Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Melihat Tradisi Sedekah Bumi Tanpa "Klenik"

5 Oktober 2022   08:52 Diperbarui: 5 Oktober 2022   09:09 266 0
Tradisi Sedekah Bumi masih bergeliat di Bumi Nusantara. Di belahan Jawa kearifan lokal ini terus dijaga. Berbagai cara dengan ornamen khasnya seakan mengiringi.

Berbagai hasil bumi, baik itu sayuran hingga buah-buahan menjadi syarat utama. Hasil pertanian dan perkebunan itu ditata apik. Ada yang bentuk gunungan, ogoh-ogoh hingga aneka ragam rupa.  Biasanya, ritual Sedekah Bumi digelar memperingati pergantian tahun kalender Jawa dan Hijriah, serta Tahun Baru Islam.

Di wilayah berbatasan dengan kota Surabaya yakni Kabupaten Gresik, tradisi ini terus dijaga. Tanpan ritual "Klenik" ataupun melawan akidah, Sedekah Bumi di pinggir kota Pahlawan ini menjadi destinasi wisata. Entah apakah ini disebut melawan modernisasi, nyatanya seperti di wilayah Laban, Sidowungu,Telogo Bedah dan daerah lainnya, tradisi ini terus dilestarikan.

Dari apa yang tergambar ini, warga di kota Metropolis ini seakan masih memiliki asah antusias akan rasa melindungi dan memegang kuat budaya serta tradisi leluhur secara turun temurun.

Memang berbagai persepsi akan tradisi leluhur ini mencuat. Ada yang mendukung ada juga yang menentang, namun sisi lain dari pandangan kasat mata tanpa "Klenik"  Sedekah Bumi syarat akan makna dan filosifi.

Dimulai dari mengumpulkan hasil panen. Dimana para petani membaur dengan sukarela menyisihkan hasil panennya. Disini terlihat kebersamaan akan satu tujuan berbagi kepada masyarakat atas hasil panen dari sektor pertanian maupun perkebunan.

Bayangkan saja demi untuk menyuguhkan hasil panen yang melimpah dan diberikan pada masyarakat untuk diperebutkan, para petani bersama membaur. Tanpa adanya sekat maupun memandang kaya atau miskin mereka dengan sukarela bersama-sama menata hasil panen.

Tidak hanya itu kebersamaan nan guyub wujud persatuan juga terlihat ketika hasil bumi diarak. Seakan kompak berirama para petani yang menyajikan hasil panennya tak terpisahkan. Mereka bahu membahu untuk bisa sampai ketitik yang ditentukan. Ada yang dipanggul, ada juga didodorong secara bersama-sama.

Bagi masyarakat yang masih melestarikan kearifan lokal ini Sedekah Bumi ini tidak hanya sebagai tradisi namun juga mempunyai makna yang lebih, tidak hanya simbolis akan upacara tradisional, tapi bagian dari ungkapan rasa syukur masyakat.

Ketika berbincang dengan Budayawan Surabaya Kukuh Akhiyanto, ada makna besar dan filosofi yang terkandung dari tradisi Sedekah Bumi. Bahkan dengan yakinnya Kukuh menyebut Sedekah Bumi pantas terus dilestarikan.

Menurutnya dari satu tradisi kegiatan Sedekah Bumi saja perputaran ekonomi masyarakat juga ikut bergeliat. Dari kegiatan tradisi ini, magnet menghadirkan masa seolah menjadi hal mudah. Entah masyarakat di era modern saat ini butuh hiburan atau pertunjukan, nyatanya apa yang disuguhkan mampu menghipnotis

Belum lagi nilai kerukunan yang diceritakan, seperti yang dijelaskan, Sedekah Bumi mampu mempersatukan lintas lini. Perwujudan sila-sila dalam Pancasila juga tertanam.

Di Sila Pertama Ketuhanan Yang Maha Esa dimana Sedekah Bumi dinilai sebagai wujud ekspresi akan syukur kepada Sang Pencipta yang telah menganugrahi alam dan kemakmuran.

Dilihat dari sisi Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab Sedekah Bumi juga menunjukkan saling berbagi menumbuhkan sifat kepedulian akan kemanusiaan.

Persatuan yang terkandung dalam Sila ke 3 juga terimplementasikan dalam Sedekah Bumi. Tanpa adanya sekat, tanpa melihat warna kulit, golongan maupun agama, warga secara bersama bersatu, baik dari sebelum kegiatan Sedekah bumi hingga berakhirnya acara.

Di Sila ke 4 dimana Pemusyawaratan secara bersama sama menjadi hal utama untuk mewujudkan dan melestarikan tradisi.

Dan yang terakhir Sila ke 5 Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia dimana Rasa adil diwujudkan dalam memberikan hasil panen dan bisa diberikan kepada siapa saja tanpa melihat seseorang itu kaya atau miskin.

Mungkin Tradisi Kearifan Lokal Sedekah Bumi memunculkan pro kontra. Namun dibalik itu ada sisi-sisi lain yang masih layak untuk dipertahankan, yakni adanya semangat persatuan kesatuan dan kepedulian antar sesama yang tentunya menjadi kunci.

Kunci inilah yang semestinya terus dipegang ditengah masalah intoleransi yang bergelayut. Tanpa ada lagi kamu beda, kita beda, sesat ataupun kafir, sebab sejatinya Sang Pencipta menciptakan Mahluk Hidup di Dunia untuk saling tenggang rasa dan menghargai.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun