Hal tersebut mengemuka setelah Menko PMK Muhadjir Effendy mengabarkanPPKM Darurat akan diperpanjang hingga akhir Juli.
Berbagai tanggapan pun bermunculan. Bahkan seloroh terkait PPKM menggelinding dikalangan netizen. Entah ini sekedar lucu-lucuan atau apatis namun kata-kata terkait PPKM membuat yang membacanya senyum kecut atau bisa juga tersindir.
Ada beberapa netizen menyebut PPKM bisa diartikan Pernah Perhatian Kemudian Meninggalkan, ada juga PPKM (Pernah Pendekatan Kurang Maksimal), ataupun PPKM bisa jadi Pelan-Pelan Kita Menjauh.
Entah berapa jilid lagi PPKM diberlakukan. Sebelum PPKM Darurat, Pemerintah juga telah memberlakukan PPKM Mikro dan PPKM tanpa embel-embel.
Hal ini lah yang menjadi kritik banyak masyarakat. Dari hal yang dilakukan berjilid-jilid tersebut, seorang kawan menilai pemerintah belum berhasil. Â Sebab yang dilakukan masih fokus memikirkan menangani wabah tapi tidak dibarengi dengan memperhatikan perut warga yang mulai mengempis.
Kawan bernama Ardiansyah Fajar, mahasiswa Pascasarjana Unitomo ini melihat, PPKM justru membuat rancuh dan menimbulkan masalah baru. Ia justru melihat pemerintah seakan setengah-setangah dalam memaknai aturan yang dibuat.
"Jika Pemerintah inginnya membendung laju penyebaran Covid-19 dengan menutup jalan, perkantoran hingga perbelanjaan harusnya pakai UU Karantina. Artinya apa. Pemerintah jangan setengah-setengah. Wong PSBB, PPKM dan sejenisnya terbukti tidak efektif. Kalau gak berani pakai UU Karantina ya berikan masyarakat waktu buat bekerja. Karena gak semua dapat bulanan. Ada yg mengandalkan pendapatan harian untuk bisa makan," ungkapnya disela perbincangan sembari menyeruput kopi.
Diakui Fajar, PPKM berimbas pada segala sektor termasuk dari dapur harus mengepul dan masalah perut . Ia juga tidak sependapat jika pemerintah mengklasifikasikan aturan pekerjaan hanya dilihat dari esensial, nonesensial dan kritikal. Padahal menurutnya semua pekerjaan masuk dalam sektor kritikal bagi keluarga yang  membutuhkan. Bagi perut anak dan suami atau istrinya.
"Ditambah lagi penutupan jalan raya, itu bukan solusi untuk mencegah wabah. Kalau masih banyak yg abai pakai masker, kalau masih banyak yang belum divaksinasi. Apalagi ada banyak implementasi yang absurd, sama juga bohong," terangnya.
Serentetan kebijakan yang menyertai aturan PPKM Darurat juga dinilai hal lucu dan menggelitik. Ia mencontohkan kebijakan matikan lampu seperti di Malang Raya justru menimbulkan tanya? Mau ngusir Corona atau Laron?
"Ayolah lebih logis lagi dalam menangani wabah. Ayo genjot vaksinasi. Sediakan lebih banyak. Jangan buru-buru mikir berbayar dulu. Sediakan gratis buat semuanya. Minimal sampai 80 persen populasi. Syukur-syukur bisa 100 persen gratis, semuanya dapat vaksinasi," pungkas Fajar sembari memakan pisang goreng yang mulai dingin.
Kawan lainnya juga mengungkapkan uneg-unegnya terkait PPKM yang diberlakukan pemerintah. Entah apa yang disampaikan hanya guyonan atau nyata. Dampak PPKM menjadikan keluarganya dan masyarakat lain kreatif.
Ia menjelaskan sekarang ini PPKM menjadikan banyak orang berbakat berdagang. Diakuinya mental pedagang dengan menciptakan peluang ini ditengah pandemi ini menjadi tren, apalagi di masa PPKM.
"Alhamdulilah PPKM ini, aku wes bisa dagang. Disyukuri aja. Kemarin bisa jual TV, dua Minggu lalu jual kulkas. Gak tau Minggu depan apa bulan depan, apa lagi yang bisa dijual," katanya sembari menghisap rokok dalam-dalam.
Ketika ditanya, barang siapa yang dijual? Sang kawan asal Sidoarjo ini menjelaskan" Ya barang-barangku, TV, TV ku, kulkasku. Gimana Pandemi, PPKM ini serba sulit. Kita tidak beraktifitas. Jalan-jalan ditutup. Aku ini pekerja serabutan. Kalau semua dibatasi, anak istri makan apa coba," tanyanya dengan nada datar.