Gonjang ganjing masalah Inspektur Jenderal Djoko Susilo, Brigadir Jenderal (Brigjen) Polisi Didik Purnomo dalam dugaan korupsi proyek pengadaan simulator SIM yang bernilai Rp. 143 miliar itu semakin mencoreng nama baik Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang dikomandani Jenderal Timur Pradopo itu. Terjadi tarik menarik institusi mana yang sesungguhnya "lebih" berhak untuk menangani kasus yang cukup mendapat perhatian masyarakat itu. Djoko Susilo sempat mangkir dari panggilan KPK dengan alasan sedang meminta fatwa hukum kepada Mahkamah Agung (MA). Namun MA menolak permintaan Djoko Susilo, dan meminta agar Djoko Susilo memenuhi panggilan KPK. Terjadi dualisme pemeriksaan kasus pengadaan simulator SIM itu. Dari empat orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, hanya tiga orang yang ditetapkan tersangka oleh Polri, tidak termasuk Djoko Susilo. Ketiga orang dari Polri tersebut adalah, Brigadir Jenderal Didik Purnomo, AKBP Teddy Rusmawan, Kompol Legino. Sedangkan dua orang dari swasta adalah Sukotjo S. Bambang Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia . Perusahaan Sukotjo adalah subkontraktor PT Citra Mandiri Metalindo Abadi, pemenang tender pengadaan simulator SIM. Sukotjo diduga menyuap Kepala Korps Lalu Lintas Polri saat itu, Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo, senilai Rp2 miliar untuk pemenangan tender proyek tersebut.
Penolakan Djoko Susilo Penolakan Djoko Susilo untuk memenuhi panggilan KPK pada 28 Spetember lalu, menambah buruk citra penegakan hukum di Indonesia khususnya Polri. Sekali lagi Presiden SBY "membuktikan" bahwa dia bukan seorang pemimpin yang tegas. Seharusnya dia dapat memerintahkan agar Polri menyerahkan pengusutan kasus tersebut sepenuhnay kepada KPK, dan itu bukan "campur tangan hukum", sebagaimana yang sering dia kemukakan untuk melempar tanggung jawab.. Secara logika, orang awam pun tahu, tidak mungkin Polri melakukan pemeriksaan atau penyelidikan terhadap jenderal-jenderal yang terlibat kasus korupsi dengan dana lebih dari Rp. 133 miliar itu. Bagaimana pun Polri akan "melindungi" para anggotanya, apalagi seorang Jenderal seperti Djoko Susilo. Apalagi ada isu miring bahwa Kapolri Timur Pradopo "ikut terlibat" dalam poyek simulator SIM tersebut, walaupun hal ini dibantah keras oleh Polri. Alasannnya, setiap anggaran yang di atas Rp. 50 miliar harus ditandatangi Kapolri. Namun Timur Pradopo tidak menegaskan bahwa dia tidak terima "uang jasa" untuk tanda tangan tersebut.
Rekening gendut Dua tahun yang lalu masyarakat Indonesia sempat heboh dengan adanya artikel Majalah TEMPO edisi 28 Juni - 4 Juli 2010 yang memuat tiga artikel tentang
Rekening Gendut Perwira Polisi. Laporan utama majalah ini mengulas tentang rekening tak wajar sejumlah perwira tinggi Polri. Ada enam nama Jenderal dan beberapa perwira menengah yang diduga punya aliran dana mencurigakan. Mereka adalah
Irjen Pol Mathius Salempang, Irjen Pol Sylvanus Yulian Wenas, Komjen Pol Susno Duadji, Irjen Pol Budi Gunawan, Irjen Pol Badrodin Haiti, dan
Irjen Pol Bambang Suparno, dan disebutkan ada 21 perwira pemilik rekening yang mencurigakan. Namun sayang berita tentang rekening gendutPolri ini nyaris tak terdengan lagi beritanya. Tampaknya sudah "dibekukan", termasuk oleh pihak KPK. Mengapa?. Hanya Allah dan mereka-lah yang tahu. Menambah Kelam wajah Polri Kasus Djoko Susilo dan beberapa oknum Polri yang terlibat kasus simulator SIM dan rekening gendut para perwira Polri menambah daftar panjang yang menambah suram wajah Kepolisian Republik Indonesia. Sebelumnya banyak kasus yang melibatkan oknum Polri dalam berbagai tindak kejahatan seperti penyalahgunaan narkoba, pembunuhan dan lain-lain. Namun sebagai rakyat, kita tetap menghormati dan percaya kepada institusi Kepolisian Republik Indonesia, bahwa yang berbuat jahat dan kriminal itu adalah oknum Polri, bukan institusi Polri secara keseluruhan. Masih banyak dan jauh lebih banyak perwira dan anggota Polri yang hidup dengan uang yang halal. Agar rakyat percaya bahwa Polri adalah salah satu institusi Penegak Hukum yang terpercaya dan dapat diandalkan, maka tidak ada jalan lain bagi Presiden sebagai atasan langsung Kapolri untuk memerintahkan agar kasus simulator Sim diserahkan sepenuhnya kepada KPK. Tidak ditangani sendiri oleh Polri. Mosok jeruk mangan jeruk? Depok, 4 Oktober 2012.
KEMBALI KE ARTIKEL