Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Dari Bengkel Sepeda Menuju Baitullah

1 November 2011   20:59 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:11 544 25

Sosoknya sangat sangat sederhana. Yang menempel di tubuhnya pun cuma pakaian pantas pakai. Baju lengan panjang yang telah dipotong pendek. Kulit hitam. Peci atau Kopiah butut plus kacamata tua tebal. Semuanya tak mencerminkan seseorang yang pernah pergi Ke tanah suci.

Selain itu, peralatan kerjanya pun bukan Tas, Pulpen atau Laptop. Tapi, Kunci Pas, Tang, Pompa, Lem. Apalagi tempat kerjanya cuma sebuah bengkel sepeda sederhana di Pinggiranjalan Wonosari km 6,5

Ya….Aku kenal dia sebagai Pak Hardi. Kenal karena aku adalah pelanggan setianya untuk memperbaiki sepeda onthelku minimal 1 bulan sekali. Hari itu penasaranku terpuaskan…..Yakni rasa ingin tahu “Kok bisa-bisanya Montir sepeda onthel sederhana bisa naik haji?”

Dia pun berkisah

Beliau ke tanah suci tahun 1998 dengan biaya sekitar 9 juta kurang sedikit. Anda mungkin heran darimana dia memperoleh uang sebanyak itu kan? Apalagi saya.Tanpa basa-basi beliau membeberkan “resep” bagaimana beliau bisa sampai di Rumah Allah.

1.Menabung

Sepertinya menabung terlalu klise. Namun itulah kenyataan yang terjadi. Bapak tua ini menabung setiap hari dari penghasilannya di bengkel sepeda sederhana.

“Dapet banyak ya nabung banyak…sedikit ya sedikit. Dan yang paling penting adalah….NGEMPET NDUNYO

Apa itu? Yakni menahan diri dari berbagai keinginan yang bersifat keduniaan seperti membeli Barang mewah, makan enak, jalan-jalan dan segala macam kenikmatan lain. Beliau bahkan menambahkan

“Bahkan saya tiap hari mangan (makan) jangan tewel mas….kebetulan cuma tinggal ambil di pekarangan….”

Akhirnya setelah 15 tahun menabung, keinginannya berhaji tercapai. Sungguh sebuah perjuangan yang sangat berat dan memerlukan kesabaran mengingat penghasilannya yang tidak menentu. Tergantung seberapa banyak orang yang membutuhkan pelayanannya.

2. Sholat Tepat Waktu

Alasan kedua ini saya simpulkan sendiri. Meski beliau menyembunyikannya karena bagi beliau ini adalah ibadah yang tak perlu dipamerkan. Karena setiap saya kesana memperbaiki sepeda sekitar jam 3 sore, beliau pasti tidak berada di tempat. Namun, tengah sholat ashar di sebuah Musola kecil di Timur bengkelnya. Sebuah sikap yang luar biasa. Sikap yang jarang kita lakukan dengan berbagai alasan. Sibuklah. Repotlah. Sikap yang menunjukkan ketundukan pada sang Kuasa. Mungkin, karena inilah doa beliau untuk berhaji diijabah oleh Allah SWT. Dan, tadi sore, saat saya membawa sepeda saya untuk diperbaiki, kabar lain datang. Istrinya juga sedang menunaikan ibadah Haji. Tepat 15 tahun setelah beliau. Dan waktu yang sama pula beliau dan istri menabung dengan segala kesederhanaan

Dan terakhir sebelum saya pulang dan sepedaku selesai diperbaiki, iseng kutanya

“Pak…Kok bapak tidak pernah pegang tasbih atau pakai pecisebagaimana haji-haji yang ada di lingkungan kita atau Media Televisi?”Beliau tersenyum seraya berkata….

“Mas…..Bagi saya jumlah jeruji yang kupasang pada Velg atau jumlah gotri yang kumasukkan dalam AS sepeda adalah tasbihbuat saya…”

Dan kugenjot onthelku pulang. Puas….seakan aku pun telah menginjakkan kaki ditanah suci berkat pelajarankehidupan dari seorang Pemilik Bengkel sepeda yang sangat sederhana…….

Poenjak goenoeng, 01-11-11

*jangan tewel=sayur nangka yang semakin lama dimasak semakin enak

poto: DW collection

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun