''Ma akhsanus-samaa'u yaa abiy?''. Secara harfiah berarti ''apa yang indah dilangit ini, wahai Ayah?'')
''Nujuu-muha'', (bintang-bintangnya) jawab sang ayah. Tetapi, mesi sudah dijawab, sang anak kembali mengulang pertanyaannya,
''Maa akhsanus-samaa'au yaa abiy?'' lagi-lagi ayahnya menjawab, ''nujuu-muha...''. Tetapi si anak kembali bertanya sama dan si ayah kembali mengulang jawaban yang sama.
Melihat peristiwa itu, Imam Ali berkata kepada sahabatnya,
''sungguh, bahasa akan rusak kalau begini halnya.'' kemudian beliau menghampiri anak itu seraya berkata, ''Apa sebenarnya yang ingin engkau katakan, hai anakku?''
''aku ingin mengatakan kepada ayahku betapa indahnya langit ini?''
''engkau ingin menyatakan kekagumanmu?''
"benar"
"kalau engkau mengagumi sesuatu, katakanlah dengan membuka mulutmu, agar orang tidak salah menjawab"
"apa yang mesti aku katakan?"
"Ma akhsanus samaa'a yaa abiy..." (dengan mengubah samaa'u menjadi samaa'a, artinya menjadi "Betapa indahnya langit ini, wahai ayah". Hal ini merupakan sebagian dari keluasan gramatika bahasa Arab)
sang ayah pun kemudian muncul dengan mengerti permasalahannya. Dalam perjalanan pulang, Imam Ali berkata kepada Abul Aswad, "Tata bahasa Arab mesti disusun!". Dan benarlah, Imam Ali kemudian menyusun, dibantu oleh Abul Aswad Ad-Dualy. Sahabat ini pun kemudian dikenal sebagai orang yang sangat memahami seluk-beluk tata bahasa Arab.