Sejak masa kampanye Pileg 2014 lalu, Gubernur DKI Jokowi secara resmi minta ijin kepada Kementerian Dalam Negeri untuk tidak menjalankan tugasnya sebagai Gubernur DKI karena terjun langsung sebagai jurkam PDIP tingkat nasional. Dan, Kemendagri mengijinkannya.
Cuma, saya tidak tahu, sampai kapan ijin untuk kampanye itu akan berakhir. Kalau hanya untuk musim kampanye Pileg, mestinya sudah selesai. Kenyataannya, sampai saat ini pun dia masih terus ''berkampanye'' hingga ke berbagai daerah pelosok negeri ini.
Beda sekali dengan sebelum masa kampanye Plieg yang lalu. Sejak terpilih sebagai Gubernur DKI pada Pilkada pertengahan 2012 lalu, dia langsung blusukan ke seluruh DKI. Tujuannya ya pencitraan dengan melibatkan hampir semua media massa cetak dan elektronika. Hasilnya luar biasa, elektabilitas Jokowi selangit. Sehingga, mantan Walikota Solo itu terus meneruskan dengan kegiatan blusukannya karena hasilnya nyata, dirinya makin populer.
Melihat hasil blusukan yang demikian itu, kini dia teruskan, ke daerah-daerah. Dengan dalih kunjungan kerja mencari sapi untuk konsumsi masyarakat Jakarta, Jokowi datang ke NTT. Ternyata, mantan Ketua DPRD NTT mencium usaha tersebut hanya akal-akalan Jokowi dan timsesnya. Sehingga dia dengan tegas menolak kedatangan Jokowi yang didampingi Gubernur NTT yang juga kader PDIP.
Sikap kritis mantan Ketua DPRD NTT itu wajar. Karena, populasi sapi di NTT hanya sekitar 50 an ribu ekor. Sementara kebutuhan DKI hampir 1 juta sapi pertahun. ''Populasi sapi di NTT ini hanya cukup memenuhi kebutuhan warga NTT sendiri. Tidak mungkin dikirim ke Jakarta yang kebutuhannya hampir satu juta ekor sapi. Kalau bukan untuk kampanye terselubung, untuk apa dia ke sini,'' tegasnya dengan nada sinis.
Dari NTT, Jokowi melanjutkan perjalanannya ke Bali yang merupakan kandang Banteng Moncong Putih. Akhir pekan lalu, dia kembali blusukan. Kali ini sasarannya pondok pesantren milik warga NU, yakni di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang. Jokowi pun nyekar di makam pendiri NU, KH. Hasyim Asy'ari. Bahkan, kemudian menetapkan Ketua Umum Muslimat NU, Khofifah Indar Parawansa sebagai juru bicara Capres Jokowi. Padahal, semua itu tujuannya untuk menundukkan warga NU agar mendukung dirinya dalam Pilpres nanti.
Tetapi kasian juga pada Gubernurku ini. Bayangkan, hanya sehari atau dua hari setelah selesainya pemungutan suara di TPS-TPS April lalu, dia harus pontang panting sendiri mendatangi tokoh-tokoh partai politik untuk diajak berkoalisi mendukung dirinya sebagai Capres. Pertama ketemu sejumlah Dubes negara asing di rumah kediaman seorang pengusaha di bilangan kompleks elite Jakarta, Pondok Indah. Cuma sayang, usai pertemuan tersebut sejumlah pengamat yang kritis, mengkritiknya dengan kritikan tajam. Mereka menilai, Megawati Soekarnoputri dan Jokowi telah merusak nasionalisme yang dibangun Bapak Proklamator, Bung Karno yang sangat terkenal anti Amerika dan Eropa. ''Sekarang mereka kasih lehernya pada orang asing. Benar-benar tindakan yang tidak etis,'' kata seorang pengamat dari FISIP UI dan FISIP UIN Syarif Hidatullah Jakarta.
Selanjutnya, Jokowi bersafari ke pimpinan parpol-parpol. Pertama menemui Ketua Umum Nasdem Surya Paloh. Lantas menemui Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. Pada kesempatan selanjutnya Jokowi menemui Ketua Umum Partai Golkar, kemudian menemui pimpinan PPP dan sebagainya.
Benar-benar perjuangan yang tidak mengenal lelah, demi posisi sebagai Capres. Sampai sampai sepertinya tidak mengenal hari libur, setiap hari digunakan untuk mencari dukungan ke mana-mana. Saya tidak tahu, apakah Gubernurku itu, masih ingat dirinya sebagai Gubernur DKI yang seharusnya tetap menjalankan tugasnya untuk membereskan Jakarta yang semakin amburadul.
Begitulah, karena kesibukannya mencari dukungan menghadapi Pilpres 9 Juli nanti, sampai-sampai saya sering bertanya, ''Kemana ya Gubernurku? Kok setiap hari kegiatannya selalu di luar Jakarta. Apa kalau jadi Capres harus meninggalkan tanggungjawabnya sebagai Gubernur DKI.''
Beda sekali dengan Menteri BUMN Dahlan Iskan yang ikut dalam konvensi Capres Partai Demokrat. Dia berani tidak datang pada acara konvensi, jika acara itu berlangsung pada hari kerja. Dia lebih mengutamakan menjalankan tugasnya dibandingkan dengan mengikuti acara Konvensi Capres partai Demokrat. Memang beda.....