Pemilihan umum legislatif (pileg) yang lalu sebagaimana diketahui telah menimbulkan kecurangan disana-sini. Mulai dari serangan fajar berupa politik uang (money politics), bagi-bagi sembako, pencoblosan kertas suara di luar bilik suara hingga manipulasi hasil pemilihan suara dan lain-lain. Dari semua kecurangan-kecurangan tadi, yang paling sering terjadi adalah politik uang. Kecurangan lain adalah pencoblosan kertas suara yang telah lebih dahulu dilakukan oleh oknum-oknum tertentu sebelum waktunya di luar bilik suara. Namun yang paling keji adalah manipulasi hasil pencoblosan suara di TPS-TPS, yaitu ketika dalam perjalanan pengiriman rekapitulasi hasil penghitungan suara dari TPS ke KPU kemudian terjadi perubahan (dengan sengaja dirubah oleh oknum) ditengah jalan untuk kepentingan calon tertentu. Dengan demikian, rekapitulasi hasil pencoblosan suara yang diterima KPU bukanlah rekapitulasi yang sebenarnya dari TPS-TPS.
Untuk menangkal kecurangan-kecurangan tersebut terulang pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) yang akan datang, bukan saja diperlukan kesadaran dan kewaspadaan masyarakat untuk tidak mau terbujuk dengan tindakan-tindakan tercela tadi, tapi juga yang lebih penting adalah peran serta aktif masyarakat dalam mengawasi proses jalannya pemilu mulai dari masa kampanye hingga keputusan akhir diumumkan oleh KPU.
Memang perlu diakui bahwa kegiatan Quick-Count yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerhati pemilu telah ikut menekan terjadinya manipulasi hasil penghitungan suara. Namun nyatanya kecurangan masih saja terjadi pada beberapa kasus. Maka, dalam rangka menciptakan Pemilu (Pilpres) yang jujur, adil, akuntabel dan dapat diterima oleh semua pihak, peran serta masyarakat untuk ikut mengawasi proses Pilpres mulai dari pra-pelaksanaan, pada saat pelaksanaannya hingga keputusan akhir di KPU tetap diperlukan.
Dalam pra-pelaksanaan sebelum hari H, dapat dilakukan antara lain dengan melaporkan kecurangan-kecurangan atau hal-hal yang berpotensi terjadinya kecurangan ke Bawaslu Pusat dan Daerah. Jika itu menyangkut tindak pidana, selain ke Bawaslu Pusat dan Daerah, juga melaporkan kejadian dan pelakunya kepada Kepolisian setempat. Sementara untuk menangkal terjadinya manipulasi rekapitulasi hasil penghitungan suara Pilpres dari TPS-TPS agar tetap konsisten dengan yang diterima oleh KPU Pusat, hal-hal berikut kiranya dapat dilakukan:
1. Setelah pencoblosan suara selesai, setidaknya ada anggota masyarakat yang tetap tinggal di TPS untuk menyaksikan penghitungan suara hingga dituangkan dalam rekapitulasi hasil penghitungan suara yang ditandatangani oleh Ketua KPPS dan wakil para kontestan sebagai saksi-saksi.
2. Rekapitulasi hasil penghitungan suara yang telah ditandatangani oleh Ketua KPPS dan para saksi kemudian difoto sebagai dokumentasi masing-masing untuk dilaporkan secara online melalui email ke KPU dan Bawaslu Pusat serta KPU dan Bawaslu Daerah setempat.
3. Dalam hal ini, KPU dan/atau Bawaslu kiranya perlu mengakomodasi laporan rekapitulasi hasil penghitungan suara dari TPS-TPS yang dikirimkan oleh masyarakat dan menayangkannya pada situsnya dan dikategorikan berdasarkan wilayah mulai Provinsi, Kabupaten/Kotamadya, Kecamatan hingga Kelurahan. Jika selama ini setiap anggota masyarakat dapat mengetahui kepastian dirinya terdaftar atau tidak dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), seharusnya untuk menayangkan rekapitulasi hasil penghitungan suara Pilpres dari TPS-TPS juga bukan sesuatu yang tidak mungkin.
4. Namun, jika keterbatasan waktu yang menjadi kendala, diperlukan adanya lembaga pemerhati pemilu independen yang bersedia menampung dan mengakomodasi rekapitulasi hasil penghitungan dari TPS-TPS yang dilaporkan masyarakat dan menayangkannya secara online dan transparan di situsnya. Dengan demikian, setiap anggota masyarakat yang menginginkannya dapat mengakses rekapitulasi hasil penghitungan suara Pilpres tersebut baik rekap secara nasional ataupun jika sekedar ingin mencek apakah rekapitulasi hasil penghitungan suara di TPS yang dilaporkan dari wilayah yang bersangkutan tetap konsisten dan sinkron dengan yang ditayangkan dalam situs lembaga pemerhati dimaksud.
Dengan adanya transparansi semua lembaga terkait dan peran serta aktif masyarakat dalam proses kegiatan Pilpres yang akan datang, kecurangan-kecurangan pemilu yang terjadi sebelumnya diharapkan tidak terulang kembali atau setidaknya dapat ditekan serendah mungkin. Dengan demikian, keputusan akhir KPU tentang siapa yang terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI yang akan datang bukan hanya sungguh merupakan keputusan yang akuntabel, tapi diharapkan juga merupakan keputusan yang dapat segera diterima dengan baik oleh para kontestan dan pihak terkait lainnya.
Keputusan KPU yang akuntable ini diharapkan juga dapat mengurangi terjadinya hal-hal yang tidak perlu, seperti kemungkinan adanya saling protes dan tuntut dari para kontestan yang tidak dapat menerima  hasil keputusan KPU ke Mahkamah Konstitusi. Pada akhirnya, keputusan KPU yang akuntabel dadn dapat segera diterima dengan baik oleh semua pihakpun selain menciptakan proses Pilpres menjadi lebih cepat juga dapat menghemat anggaran yang cukup besar, khususnya jika tidak diperlukan Pilpres putaran kedua. Semoga.
Salam 2 jari...!!.