Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money Pilihan

Salah Kaprah Dalam Hulu Migas Indonesia dan Mitigasinya

17 Maret 2015   17:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:31 51 0
Siapa bilang Indonesia adalah negara yang kaya minyak? Mari kita lihat beberapa fakta berikut ini.

Produksi minyak Indonesia adalahs ebesar 850 ribu barel. Bagaimana besar konsumsi  migas domestik di Indonesia? Konsumsi minyak untuk domestik saja mencapai 1.3 juta barel. Secara hitungan sederhana, maka diperoleh bahwa Indonesia kekurangan 700 ribu barel setiap harinya. Jika diumpamakan maka Indonesia bukan negara yang kaya. Negara yang kurang kaya tapi konsumtif, maka yang terjadi adalah kehidupan semakin melaratdan Indonesia semakin tergantung dengan import.

Berbicara tentang import, mungkin Indonesia adalah salah satu negara yang volume importnya jauh lebih besar daripada apa yang dieksport, sehingga kebutuhan terhadap mata uang dolar semakin besar. Kebutuhan dolar yang cukup besar tentu menggerek kurs dolar terhadap Rupiah. Jadi kita sudah tahu bahwa salah satu penyebab melemahnya nilai rupiah terhadap doalr adalah industry apa.

Kembali ke industry migas, mungkin hanya sebagian kecil saja rakyat Indonesia yang sadar dan mengetahui mengenai bisnis ini. Jenis bisnis yang tegolong padat karya dan padat modal ini secara umum terbagi atas 3 kegiatan besar yaitu hulu, pengolahan serta pemasaran dan niaga. Bisnis Hulu dalam migas Indonesia menggunakan skema bagi hasil dengan cara Production Sharing Contract (PSC).

Dalam kontrak PSC ini, setap perusahaan hanya dapat beroperasi dalam suatu blok dan bukan memiliki blok tersebut. Sesuai dengan konsep ini dan didasari oleh Pasal 33 UUD 1945, maka blok migas tersebut dimiliki oleh negara dan harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Mineral ownership menjadi kepemilikan negara dan Seluruh perusahaan berkontrak dengan negara dan diawasi oleh SKK Migas.

1. Cost Recovery bukan keuntungan kontraktor

Masalah cost recovery merupakan hal yang selalu hangat dalam pembahasan bagi hasil antara kontraktor dengan pemerintah. Pemerintah berasumsi bahwa terlalu banyak penerimaan negara yang dihabiskan untuk membayar cost recovery.

Sebelum memberikan pendapat ada baiknya kita mengerti dahulu konsep cost recovery. Cost recovery sebenarnya adalah cost reimbursement terhadap setiap biaya dalam pengelolaan migas. Cost Reimbursement ini dapat diperoleh oleh kontraktor setelah  blok atau lapangan sudah dalam tahap produksi. Jadi jika masih dalam tahap eksplorasi dan belum mendapatkan POD (Plan Of Development) dari pemerintah, maka tidak akan ada pengembalian terhadap seluruh biaya yang telah dikeluarkan.

2. Monitoring Pengelolaan  Hulu Migas

Kerumitan dan adanya potensi pemborosan biaya di sector hulu migas dapat menjadi indicator bahwa fungsi check and balance belum berjalan dengan optimal. Adanya pihak regulator yang berfungsi mengawasi proyek migas secara end to end masih belum berjalan optimal. Akibatnya jadwal onstream beberpa proyek hulu migas mengalami keterlambatan. Janji-janji untuk mnegmbalikan produksi migas Indonesia menjadi 1 juta barel hanya menjadi mimpi belaka. Target hanya tinggal target, padahal setiap keterlambatan penambahan produksi miga sdomestik akan semakin memperbesar jumlah eksport migas.

3. Bagaimana membuat investor tertarik dengan iklim industry hulu migas Indonesia?

Kondisi produksi migas domestik yang telah menurun dibandingkan era 90an merupakan signal kurang bagus bagi investor yang akan menaruh dananya di Indonesia. Hal itu harus kita sadari, tetapi Industri Hulu sendiri sangat menarik dan penuh risiko. Industri Hulu migas memiliki ketidakpastian dalam menemukan migas yang cukup besar. Resiko keberhasilan menemukan migas  sama besarnya dengan peluang mendapatkanya 50:50. Risiko sendiri sebenarnya bukan hal tabu yang harus dihindari, tetapi sesuatu yang dpat diukur sehingga dapat dimitigasi.

Risiko untuk menemukan migas sangat dipengaruhi oleh kemampuan operasional dan teknologi suatu perusahaan. Selain butuh kemampuan operasional dan teknologi yang tinggi, sheet data merupakan kunci dalam menemukan migas. Mari kita lihat seberapa transparan data migas di Indonesia?

Jangan salahkan investor yang semakin sedikit datang ke Indonesia untuk berinvestasi. Bahkan untuk membeli data hulu migas saja mereka cukup ragu. Data studi pendahuluan yang melibatkan kampus dan independent consultant relative sangat sulit dijangkau. Sudah tidak salah lagi, mungkin budaya menulis masyarakat kita memang sangat kurang. Data survey permukaan, survey seismik juga tidak dapat dibanggakan. Jadi apa yang bisa ditawarkan kepada investor?

Jadi Indonesia bisa dibilang negara yang tidak kaya migas dan tergantung kepada import, tetapi untuk menyeimbangkan importnya, Indonesia berusaha menggalakkan eksplorasi. Siapa yang mau eksplorasi kalau blok di Indoensia belum memiliki daya tarik lagi bagi investor.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun