Pergundikan menjadi sebuah sistem industri seks yang lebih terorganisir, dimana hal itu di sesuaikan dengan kebutuhan dan adat istiadat masyarakat Eropa di kawasan pelabuhan Hindia Belanda untuk memenuhi hasrat para prajurit dan pedagang. Pergundikan mulai berkembang pada abad-ke-17 bersamaan dengan eksistensi kongsi dagang
Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) yang membawa pegawai-pegawainya ke Hindia Belanda. Mayoritas para pegawai itu datang ke Hindia Belanda tanpa membawa keluarga dan status mereka lajang. Kebanyakan para pegawai tersebut akhirnya memilih untuk tinggal bersama dengan perempuan pribumi yang disebut nyai untuk memenuhi kebutuhan rumah dan hasratnya. Kedatangan pegawai-pegawai Eropa tersebut kemudian mempengaruhi lahirnya sistem pergundikan kala itu. Awalnya perempuan-perempuan pribumi itu dipekerjakan untuk mengurus kebutuhan rumah, namun seiring berjalanya waktu mereka juga mengurus kebutuhan ranjang tuan nya.  Hubungan yang sudah menjadi sebuah kebiasaan itu yang pada akhrinya menjadi sistem yang sulit untuk dihapuskan. Pergundikan terus berlanjut sampai memasuki masa kolonialisme. Pada masa itu praktek pergundikan menjadi hal yang umum pada masa kolonialisme.  Dimana terjadi hubungan antara Meneer dengan perempuan pribumi yang menjadi gundik. Dalam praktik pergundikan tersebut kemudian melahirkan kelas masyarakat baru yang di sebut ‘Inlandse Kinderen’ atau ‘Indo’.
Apa Peran Nyai Dalam Modernisasi Kebudayaan di Jawa?
KEMBALI KE ARTIKEL