Sejak kecil saya diajarkan untuk mengenal mana yang benar dan mana yang salah. Kebenaran dan kesalahan itu mudah sekali dibedakan dan sangat jelas. Sejelas membedakan warna hitam dan putih. Semua orang tahu dengan jelas bahwa yang salah itu salah dan yang benar itu benar. Kalau semua orang ditanya, apakah mencuri itu salah atau benar? Semua orang pasti menjawab dengan mudahnya kalau mencuri itu salah. Kalau semua orang ditanya, apakah menegakkan keadilan itu salah atau benar? Pasti semua orang akan mengatakan dengan mudahnya juga bahwa itu benar. Itulah keadilan: mudah membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
Sebelum BG dimenangkan oleh Pengadilan, sebenarnya saya masih yakin 100% bahwa BG yang salah. Karena selama ini KPK selalu menang di Pengadilan. Selalu mengusung penegakan keadilan. Begitulah semboyan yang selalu diusung oleh KPK. Setelah pengadilan memutuskan bahwa status tersangka BG yang ditetapkan oleh KPK tidak sah. Dan untuk pertama kalinya KPK kalah di Pengadilan, saya mulai ragu apakah KPK selalu benar? Kepercayaan saya terhadap KPK sudah mulai luntur. Ditambah lagi, saya berprinsip bahwa yang benar pasti menang pada akhirnya dan itu bukan KPK tetapi BG. Suka cita dan sujud syukur dari para pendukung BG pun menambah keyakinan saya bahwa BG lah yang benar. Yaa,, benar karena sujud syukur itu hanya dilakukan oleh para pemenang sejati.
Sekarang saya bimbang dengan keadilan yang saya fahami sejak kecil. Sudah tidak ada keadilan yang jelas itu. Sudah tidak ada lagi keadilan sejelas warna hitam dan putih. Sudah tidak mudah lagi menentukan mana yang benar dan mana yang salah. Yang ada sekarang adalah kebenaran abu-abu. Bisa hitam dan bisa putih tergantung kondisi dan situasi yang menyertainya.