Pengawetan dengan suhu tinggi ternyata telah dilakukan sejak lama. Pada tahun 1800-an, Napoleon Bonaparte kesulitan dalam mengatur suplai makanan untuk pasukan perangnya yang kerap kali mendapatkan makanan yang sudah tidak layak konsumsi. Sang panglima pun mengadakan sayembara untuk menemukan metode praktis guna menyediakan pangan yang segar dan sehat. Nah, Nicholas Appert berhasil memenangkan sayembara ini dan memperoleh hadiah sejumlah 12.000 Francs.
Apa yang dilakukan Nicholas Appert?
Nicolas Appert memanaskan makanan di dalam botol wadah gelas yang ditutup rapat. Wadah gelas yang berisi makanan tersebut direbus dalam air mendidih beberapa saat kemudian didinginkan. Hasilnya makanan tidak membusuk dan awet selama beberapa bulan. Proses ini kemudian dikenal dengan istilah Appertisasi.
Mengapa panas bisa mengawetkan?
Panas dapat mengawetkan bahan pangan karena bersifat letal terhadap mikroorganisme. Artinya, panas ini dapat membunuh mikroba-mikroba patogen yang berpotensi menyebabkan kerusakan pada makanan. Oleh karena itu, masa simpan produk dapat lebih panjang.
Tidak semua panas dapat digunakan untuk pengawetan. Hanya panas pada interval suhu tertentu dalam waktu yang cukup dapat bersifat letal terhadap mikroba patogen yang dapat digunakan dalam proses pengawetan makanan. Panas untuk tujuan pasteurisasi dilakukan pada suhu di bawah 100 derajat Celcius, sedangkan untuk tujuan sterlisasi dilakukan pada suhu di atas 100 derajat celcius.
Pasteurisasi dan Sterilisasi
Pengawetan dengan suhu tinggi (panas) terus menerus dikaji. Dua proses termal utama yang biasa diaplikasikan dalam produk pangan adalah pasteurisasi dan sterilisasi. Pasteurisasi dilakukan pada suhu di bawah 100 derajat Celsius yang bertujuan untuk menginaktivkan mikroba patogen dan pembusuk. Selain itu, juga dikenal proses sterilisasi yang tidak hanya membunuh sel vegetatif bakteri, akan tetapi turut menginaktivasi spora-spora mikroba pembusuk sehingga dilakukan pada suhu di atas 100 derajat Celcius.
Penggunaan panas tidak hanya berefek positif, yakni membunuh/menghambat pertumbuhan bakteri patogen, namun juga memiliki efek negatif. Penurunan nilai gizi dan mutu organoleptik dapat terjadi akibat penggunaan proses termal. Oleh karena itu, diterapkan suatu metode yang dilakukan pada suhu tinggi dalam waktu yang sangat singkat untuk mengurangi penurunan mutu dan nilai gizi serta tetap steril dari mikroorganisme pembusuk dan patogen.
Terdapat tiga metode pasteurisasi, long time pasteurization, high temperature short time pasteurization (HTST), maupun flash pasterurization. Long time pasteurization (holder procces) dilakukan pada kombinasi suhu dan waktu, yaitu 62,8 – 65,6 derajat Celcius selama tiga puluh menit. HTST dilakukan pada suhu yang lebih tinggi dengan suhu yang lebih singkat, yakni 78 erajat Celcius selama 15 detik, sedangkan flash pasteurization dilakukan pada suhu yang lebih tinggi lagi, 85-95 derajat Celcius dengan waktu hanya 2-3 detik. Penggunaan suhu yang tinggi dengan waktu yang singkat menghasilkan produk dengan retensi zat nutrisi dan faktor mutu yang maksimum.
Penggunaan proses termal saja belum cukup untuk menjamin keamanan pangan selama berbulan-bulan. Pengemasan yang baik dan hermetis ditujukan mencegah kontaminasi mikroba, serangga, dan bahan asing lainnya pasca proses termal. Oleh karena itu, produsen pangan selalu berpesan agar tidak menerima produk dengan kemasan yang rusak, seperti kaleng yang penyok atau segel yang tidak lagi rapat karena keamanan pangannya sudah tidak terjamin. Selain itu, metode penyimpanan untuk setiap proses termal juga perlu diperhatikan. Produk pasteurisasi yang keawetannya relatif lebih singkat daripada produk sterilisasi harus disimpan dalam suhu refrigerator. Produk sterilisasi mempunyai daya awet lebih panjang dan dapat disimpan di suhu ruang.
Uraian di atas menggambarkan bahwa proses pengawetan makanan tidak selalu menggunakan bahan-bahan kimia. Akan tetapi, ada cara pengawetan fisik, yakni penggunaan suhu tinggi untuk mengendalikan pertumbuhan mikroba patogen dan pembusuk pada makanan. Proses tersebut menghasilkan produk berdaya awet panjang jika didukung dengan pengemasan dan penyimpanan yang baik. Teknologi ini dapat menjadi alternatif bagi masyarakat modern yang mulai mengurangi komposisi bahan kimia pada makanannya.