Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe

Kebudayaan, Perlukah Dipatenkan?

3 Oktober 2010   19:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:45 226 0
Saya tahu, judul tulisan saya ini mungkin membuat kamu tidak setuju. Saya tadinya juga berpendapat demikian, sampai suatu malam saya ngobrol via MSN dengan teman saya (WNI) yang tinggal di Malaysia. Saat itu, berita Malaysia yang ‘mencuri’ kebudayaan kita dan dengan enaknya mengklaim budaya tersebut sebagai bagian dari Malaysia di sebuah iklan promosi negara tersebut sedang hangat-hangatnya beredar dan dibahas di Indonesia.

Kami ngobrol banyak. Dari dia, saya baru tahu kalau aksi-aksi protes dan pemboikotan segala hal yang berbau Malaysia oleh WNI di Indonesia membuat WNI yang tinggal di Malaysia merasa takut. Mereka takut jika seandainya warga Malaysia membalas perlakuan tersebut, merekalah yang akan jadi korban.

Itu membuat saya berpikir. Hanya karena kebudayaan, dua negara bisa terlibat perang dingin seperti ini. Oke, kebudayaan memang penting dan merupakan identitas suatu bangsa, tapi mari kita telusuri darimana asalnya kebudayaan.

Indonesia di masa lalu merupakan negeri yang masih primitif. Barulah ketika para pedagang dari Arab, Cina, India, Belanda, Portugis, Spanyol, dan Inggris datang, sedikit demi sedikit masyarakat Indonesia di masa lalu mulai mengenal pakaian, tulisan, dan benda-benda kebutuhan hidup. Sekian lama terlibat dengan berbagai bangsa dengan budaya yang berbeda-beda tentu sedikit banyak mempengaruhi kebudayaan asli Indonesia yang masih sederhana dan primitif. Berkat adanya percampuran budaya (asimilasi) yang dibawa pedagang-pedagang dari mancanegara tersebut, kita mengenal Al-Qur’an, Injil, sorban, rosario, berbagai kosa kata serapan bahasa asing, dan hal-hal lain yang turut berperan serta membentuk kebudayaan Indonesia seperti yang kita kenal sekarang.

Jadi intinya, kebudayaan yang kita punya sekarang ini sebenarnya tidak bisa dibilang budaya asli kita, karena budaya tersebut adalah hasil percampuran dari sekian banyak budaya yang mempengaruhi kita di masa lalu.

Saya bukan mau membela Malaysia, sekali lagi bukan. Tapi disini saya hanya mencoba memberikan opini saya, bahwa sebenarnya budaya tidak perlu dipatenkan. Biarlah apa adanya, karena toh setiap kebudayaan pasti terpengaruh oleh kebudayaan lain dan akhirnya akan saling berkaitan. Tanpa budaya B, tidak akan terjadi budaya A, begitu pula seterusnya.

Yang perlu diperhatikan adalah intensitas suatu bangsa menggunakan budaya tersebut. Tentu aneh jika Malaysia mengklaim batik, padahal tidak pernah ada catatan sejarah bahwa warga Malaysia mengenakan batik sebagai pakaian mereka sehari-hari. Kebudayaan akan identik dengan suatu bangsa secara otomatis jika bangsa tersebut sering menggunakan kebudayaan itu. Indonesia yang sering memakai batik sejak dulu tentu saja lebih dikenal sebagai ‘pemilik’ dari kebudayaan batik tersebut.­

Saya pikir, mematenkan suatu kebudayaan sebagai hak milik kita adalah hal yang tidak perlu. Karena pada hakikatnya, kebudayaan adalah milik setiap orang untuk dinikmati, terlepas dari apapun status kewarganegaraan mereka.

Seharusnya sih kita tidak perlu sewot kalau Malaysia mengklaim batik sebagai bagian dari kebudayaannya, toh semua WNA diluar sana mengenal batik sebagai bagian dari kebudayaan Indonesia, bukan Malaysia.

Selama kita menjaga dan melestarikan kebudayaan yang kita ‘miliki’, ups… maksud saya, yang kita wariskan dari nenek moyang kita, yang kita dapatkan dari hasil pecampuran kebudayaan asli Indonesia dengan bangsa-bangsa lain… saya kira tidak perlu khawatir atas klaim pihak lain terhadap ‘harta’ bangsa kita. Dunia akan selamanya mengenal Indonesia sebagai pengguna aktif kebudayaan-kebudayaan tersebut, jadi JANGAN KHAWATIR!

Kita boleh marah, tapi hal yang pertama kali harus kita lakukan berkenaan dengan peristiwa ini adalah instropeksi diri. Tentu ‘klaim kebudayaan’ ini dilakukan bukannya tanpa alasan. Kita sendiri jarang mengenakan batik dalam kegiatan kita sehari-hari. Untuk mencegah hal seperti ini terjadi lagi, ya tentu saja dengan menggunakan kebudayaan tersebut sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari. Kalau kita memang benar-benar ingin menjadikan batik sebagai salah satu budaya yang identik dengan Indonesia, biasakanlah batik dalam kehidupan kita sehari-hari. Dengan begitu, kita tidak perlu lagi repot marah-marah kalau negara lain meng’klaim’ batik sebagai bagian dari mereka... toh dunia akan melihat yang sebaliknya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun