Ada 3 alasan melandasi Jokowi membutuhkan Aktivis 98 dalam pemerintahannya. Pertama, Aktivis '98 adalah pelaku sejarah. Pada 21 tahun yang lalu, sejarah mencatat sebuah gerakan mahasiswa menumbangkan rejim Orde Baru dibawah pimpinan Jenderal Soeharto yang berkuasa dari tahun 1966 hingga 1998.
Mahasiswa menuntut reformasi, yaitu perubahan sistem segala bidang  dalam membangun tatanan berbangsa dan bernegara Indonesia Baru keluar dari cara sistem Orde Baru yang sentralistik, militeristik dan KKN (Korupsi,Kolusi dan Nepotisme). Selama 1 tahun lebih mahasiswa melakukan aksi mimbar bebas dan turun ke jalan di kampus-kampus yang memakan korban dikalangan mahasiswa. Akhirnya pada pagi hari tanggal 21 Mei 1998, Presiden Jenderal Soeharto mengundurkan diri setelah gelombang massa mahasiswa berbagai perguruan tinggi menduduki gedung MPR/DPR dengan taruhan nyawa. Â
Sejarah besar itu dihormati Jokowi yang sekarang menduduki posisi sebagai Presien RI. Sejarah besar itu, Jokowi menyadari bahwa dirinya bisa menjadi Presiden RI karena adanya reformasi yang dilakukan para aktivis '98 tersebut. Â
Kedua, potensi kekritisan yang ada pada diri aktivis '98. Jokowi menginginkan jika ia ditetapkan sebagai presiden terpilih semua harus berani mengevaluasi dan mengoreksi yang masih harus dikerjakan, kekurangan, serta pekerjaan yang harus diselesaikan.
Potensi itu sangat besar dimiliki para kalangan Aktivis '98. Selain perlawanan Aktivis '98 pada pemerintahan Soeharto yang ABS (Asal Bapak Senang) juga lahir dari sebuah koreksi terhadap permasalahan berbangsa dan bernegara yang saat itu menimbulkan kesenjangan ekonomi dan sosial, ketidakadilan, ketimpangan pembangunan antara Jawa dan luar Jawa (Jawa Centris), dan tingginya pelanggaran HAM.Â