Mestikah kita bertepuk tangan gegap gempita, Â memberi salut pada kubu AHY. Â Lalu memberi sapu tangan putih dan tisu sebanyak banyaknya bagi kubu Moeldoko, Â biar puas menangis, menyesali langkah insubordinasi atau mbalelo-nya. Benarkah para pemberontak kalah setelak telaknya, Â sementara pemegang mandat anggota Demokrat menang telak?
Jangan lugu memandang persoalan Demokrar secara hitam putih. Ada sisi abu abu, Â ruang remang remang, Â lobi lobi setengah kamar yang tak terlihat publik atau tercium lensa dan mikropon wartawan terhandal, Â mengendus berita terbaik. Pertemuan gelap oleh orang orang khusus, dari kedua kubu, Â sejatinya berlangsung seru dan simultan tanpa tercium pihak manapun. Merekalah para erenjer, Â komposer drama pertunjukan yang hebat ini.
Ingat PKB (Parrai Kedaulatan Bangsa) Â yang bisa menjadi beaar karena jasa Gus Dur yang saat memimpin partai muslim itu amat pintar bermain isu dan memenejerial isu isu di dalam tubuh partainya, Â menjadi kapital modal yang membesarkan PKB dan ketua unumnya, Â Cak Imin dalam hal ini dibesarkan oleh pamannya Gus Dur. sepertinya mereka berseteru keras, Â bisa jadi keduanya sering ngopi bersama tanpa publik tahu. Hasilnya terlihat sekarang PKB termasuk partai papan atas.
Nah, Â seperti awal kemunculannya yang begitu elok dan penuh drama menampilkan sosok SBY yang piawai mengelola citranya sehingga bersama 24 sekoci atau organisasi sayap yang diam diam. berjaringan saling menguatkan sehingga pada akhirnya memunculkan Demokrat sebagai partai terkuat.
Ada kerinduan pada sosok pintar yang diam diam ada dalam pikiran bawah sadar penduduk Indonesia yang berhasil dikapitalisasi baik baik oleh Denokrat sehingga mampu memunculkan SBY sebagai Preaiden dua periode.
Nah, Â kisah jaya inilah yang nampaknya menjadi alas piring dan latar dari panggung drama Denokrat yang nampaknya berlangsung antiklimak. Petahana menang mutlak, Â dan penyelenggara KLB kalah total. Dengan tidak keluarnya SK menkunham. Skak mat !
Masih ada upaya hukum  saling gugat di PTUN,  saling lapor di Bareskrim. Tapi sejatinya,  nilai ketegangan drama sudah jauh menurun. Dan akan terdengar tipis tipis saja ke deoan. Karena seperti dibahas diatas. Konflik ini bukanlah perbedaan tajam yang amat serius. Mereka semua tunduk pada satu atau dua dalang  opera sabun politik yang bertujuan mendingkrak elektabilitas Demokrat dan AHY juga.
Mungkin ada upacara minum kopi antara beberapa orang dekat yang jauh jauh hari sudah mempersiapkan semua letupan terukur ini. Sepertinya ada badai yang memporakporandakan tatanan dinasti di partai berlambang mercy ini, Â pada tujuannya malah sebaliknya justru meng-karbit, Â memompa Demokrat makin besar sebagai tujuan akhirnya.
Patut diduga juga, Â Demokrat ke depan akan jadi anak super manis bagi petahana lantaran dikembalikan marwahnya, Â tapi patut diduga dikembalikan dengan harga termahal, Â yang tak bisa kita duga sekarang nilai hatganya. Namun bisa kita ikuti dengan cermat ke depannya.
Setelah drama ini dingin dan reda pada akhirnya .kita akan sama sama lihat,  baik AHY mauoun Moeldoko akan sama sama dapat apresiasi bagus dari pengendali jalinan kekuasaan tak terlihat di negeri ini. Karena tidak mungkin seorang KSP (Kepala Staf Presiden) sekelas  Moeldoko mempertaruhkan jabatan strategisnya. Hanya demi jabatan semu yang belum tentu menguntungkan dirinya di masa depan. Sedang sebagai hulu balang istana banyak keuntungan jangka pendek dan panjang yang jelas jelas bisa diraihnya sekarang.
Bila tindakan mendukung diam diam KLB dianggap salah, etikanya Mieldoko akan mundur dengan perwira tapi bila teeus bertahan di istana. Yang tidak terlihat oleh mata awam, Â Mantan Pangkima TNI ini sedang melakukan langkah patriotik, Â mengatur suhu politik serta bwemaksud memberi wacana alternatif pada warga +62 yang tercekam isu pandemi global yang tidak kunjung terurai dan mencengkam pertumbuhan ekonomi .sampai titik nadirnya.
Perang wacana asimetri ini sejatinya menguntungkan semua pihak, Â tapi ke depan, Â perancang isu bangsa ini hendaknya mmulai memberi suguhan drama yang lebih sehat.jangan sekadar perang semu yang tidak berkelas dan kurang mutu. Berilah sajian isu yang lebih mendongkrak kecerdasan intelektual bangsa. Apa saja, Â tidak sekedar politik praktis, Â sepraktis praktisnya. Publik sudah kenyang denga drama korea dan sinetron yang memutarbalikkan logika.
Sebaiknya panggung dikembalikan kepada para aktor panggung, dramawan terbaik,  sinaas paling prisinal, youtuber milenial yang menggugah selera. Biar dramaturgi  pertunjukan ide, dilepas ke masyarakat seni oertunjukan sebenarnya. Swmua faktor tontonam yang menajdi tuntunan kebudayaan dihitung penuh presisi. Kalau ingin maju bangsa ini pelru tontonan cerdas yang menggugah semangat lahir batin.
Sementara semua partai bebenah. Politik belah bambu, Â devide et empera hanya efektif di masa VOC Belanda saja. Sekarang semua partai harus berkeringat. Memperbaiki menejemen partainya. Keluar dari partai dinasti keluarga menjadi partai modern yang tidak menggadaikan setiap kepala pendukungnya untuk mendapat ganti rupiah dari anggaran negara. Namun mampu hidup mandiri, Â mengunpulkan sumber daya bangkitnya sendiri.
Tumbubya partai partai sehat yang kompetititf lah yang membuat bangsa ini bebas dsri KKN. Tidak hanya Demokrat, Â semua partai, bahkan Golkar sebagai partai terbesar harus mawas diri. Bahwa masih ada praktik mahar, Â swwa partai saat Pemilukada. Hal tidak elok dan etia hendaknya dibabat habis. Semua menuju tatanan partai yang elegan, modern, mandiri dan berguna bagi bangsa ini.
Anda yang masih menyenangi tontonan drama Demokrat simak sampai habis. Setelah itu kembali ke laptop anda masing masing. tempatkan hati nurani,akal sehat. Fokus pada masa depan. Pilih partai paling bermartabat dan membela hajat hidup umat. Bukan yang dibesarkan oleh melodrama penuh pencitraan seperti ini. Mari bangun, Â bangkitkan semangat patriotik bangsa ini dengan demonstrasi demokrasi yang tengah tengah. Demokrat.Â