Seketika raut wajah berulang datang, seperti mendendam pada yang tak pasti. Kau sengaja mengeja rasa, hingga relung jiwa bertekuk di dada. Apalah itu, apalah ini, apakah ia pantas berurai air dari mata air atau air mata? Seketika raut wajah berulang datang, kelam dan bimbang, hingga membising berdentang di kolong malam, pagi, siang, hingga petang, lagi.
KEMBALI KE ARTIKEL