Itu hanyalah potongan kecil dari film dengan latar belakang sepak bola yang berjudul "Will." Sebuah film yang menceritakan tentang militansi tanpa batas dari seorang bocah kecil untuk klub pujaannya, Liverpool FC.
Tapi bukan film itu yang akan saya bahas, namun saya sangat tertarik dengan satu potongan adegan yang sudah saya jelaskan di atas. Ya, adegan itu mengingatkan saya pada kenangan masa kecil dulu. Saya lahir di lingkungan yang sangat menggandrungi sepak bola dan semuanya adalah penggila PSIM Jogja, terang saja sejak kecil saya sudah mengidolakan PSIM Jogja, saya sudah hafal deretan chant supporter PSIM walaupun belum pernah sekalipun menonton langsung mereka bertanding. Tapi pada suatu hari (saat itu saya masih SD, tapi lupa kelas berapa) ketika ayah saya pulang dari kantor, beliau menyodorkan dua buah tiket pertandingan PSIM Jogja! Sontak saat itu juga saya merasa sangat bahagia bakal menonton langsung klub kebanggaan bertanding untuk pertama kali.
Itu sebuah flashback masa lalu yang sangat indah. Sekarang disaat ayah saya memiliki kesibukan yang semakin padat, hampir tidak mungkin saya bisa merasakan datang ke stadion, menonton sepak bola dengan ayah. Seingat saya, terakhir kali datang ke stadion dengan ayah adalah saat saya menginjak kelas dua SMP. Sudah sangat lama.
Walaupun sudah tidak pernah datang ke stadion lagi, ayah saya selalu menanyakan hasil pertandingan tiap saya pulang usai menonton PSIM. Saya dapat menangkap ekspresi wajahnya ketika saya menceritakan jalannya pertandingan. Sebuah ekspresi yang menunjukan kerinduan mendalam pada PSIM Jogja.
Terima kasih ayah, sudah mengajarkan anakmu ini mencintai dan mendukung sebuah klub sepak bola secara utuh, bukan hanya via layar kaca. Walaupun klub kita sekarang tengah terpuruk dan kesulitan mengulang hegemoni masa lampau.
Salam untuk semua pecinta sepak bola tanah air, maju terus sepak bola Indonesia. Regards!
Azka Ramadhan - @azkarmdn