Seluruh komponen dari berbagi simpul gerakan menyatu berjuang sampai ke Jakarta. Baik melalui jalur lobby politik sampai pengerahan massa turun ke Jalan di Jakarta maupun Pekanbaru. Alhamdulillah perjuangan itu tidak sia-sia, setelah diberikan perpanjangan satu tahun, dibulan Agustus tahun 2002 akhirnya pengelolaan Blok CPP diserahkan kepada konsersium PT. Bumi Siak Pusako mewakili Provinsi Riau (BUMD) dan Pertamina Hulu mewakili pemerintah pusat (BUMN). Konsersium ini akhirnya membentuk Badan Operasi Bersama (BOB) PT. BSP - Pertamina Hulu sebagai operator dilapangan.
Perjalanan waktu membuktikan putra terbaik Riau mampu mengelola blok ini dengan baik ditandai dengan bargai prestasi yang diukir, dibidang CSR setidaknya BOB sudah 2 kali mendapat penghargaan, dibidang lingkungan juga telah menerapkan standar tegas baik dari aspek Proper, ISO dan OHSAS, dibidang peningkatan SDM terbukti sukses memberdayakan potensi putra daerah Riau dimana hampir 80% berasal dari Riau, dibidang produksi BOB membuktikan mampu meningkatkan produksi di West Area dan mampu menahan laju penurunan produksi yang secara nasional jauh lebih tinggi.
Perubahan kedepan diharapkan makin kuat seiring dengan komitmen Bupati Siak, jajaran pemegang saham, komisaris dan direksi PT. BSP yang terus melakukan pembenahan, khususnya dibidang penguatan SDM dalam upaya mencari sumber-sumber minyak baru yang produksinya potensial kedepan.
Memang kita tentunya tidak menutup mata jika masih ditemui kendala, hambatan dan harapan terhadap pengelolaan Blok CPP. Itu sesuatu yang wajar sebab Riau baru 11 tahun diberi kesempatan mengelola ladang Migas, dengan berbagai kelemahan yang ada. Perlu diingat sedangkan perusahaan Migas international yang sudah puluhan tahun beroperasi saja masih banyak kelemahannya, jadi wajar jika kita melihat masih ada kekurangan di BUMD kita.
Kesuksesan merebut Blok CPP, diikuti dengan proses yang tidak terlalu sulit untuk merebut Blok Langgak yang saat ini dikelola oleh PT. SPR - Langgak yang juga merupakan BUMD Riau. Prestasi juga ditoreh dengan kemampua meningkatkan produksi dan upaya-upaya yang serius untuk mencari sumber Migas baru dalam rangka meningkatkan produksi yang ada.
BLOK SIAK HARUS JADI MILIK RIAU
Bertolak dari dua pengalaman diatas dan bukti kemampuan putra Riau dalam mengelola industri Migas serta merespon aspirasi yang ada, sudah seharusnya Dirjen ESDM memberikan kesempatan pertama kepada Riau melalui PT. Riau Petroleum untuk menjadi operator di Blok Siak. Tidak ada lagi satupun alasan untuk mengabaikan aspirasi itu.
Konsolidasi dan penyatuan tim lobby oleh Pemerintah Provinsi Riau dengan mendorong PT. Riau Petroleum adalah langkah positif. Sehingga perbedaan dan terpecahnya kekuatan bisa dihindari. Tentunya upaya yang dilakukan harus sistematis dan bisa menggerakkan partisipasi semua komponen masyarakat Riau dalam upaya memperkuat bargaining ke pusat.
Apa arti penting blok Siak kita rebut? Setidak ada 4 alasan, pertama dengan menjadi operator blok Siak selain dana bagi hasil, Riau juga akan mendapat bagian 15% dari bagian yang selama ini dinikmati oleh perator Migas.
Kedua Riau bisa memberdayakan tenaga kerja Riau. Tentunya proses rekrutmen hendaknya dilakukan profesional sehingga tidak menjadi tempat berkumpulnya sanak keluarga pejabat dan tokoh Riau, jajaran komisaris dan direksi. Jika ini terjadi akan menyulitkan kegiatan operasional dan percepata menjadi perusahaan Migas yang profesional dan maju. Tarik kembali profesional Riau berpengalaman yang ada dibanyak perusahaan tapi jangan "akali" dan "kadali" mereka dengan praktek bisnis yang tradisional dan penuh KKN, kalau itu terjadi lagi pasti tak ada yang mau kembali.
Ketiga dengan menjadi operator Blok Siak secara otomatis akan mampu membuka peluang bermitra yang bisa memberdayakan pengusaha lokal. Untuk itu program Local Business Development (LBD) dan Vocational Trainingnya harusnya dilakukan secara serius, terprogram dan terencana. Sehingga selain melahirkan pengusaha lokal baru juga bisa mengurangi pengangguran di Riau.
Keempat terbukanya peluang usaha, keberadaan idustri tentunya akan memberikan multiplayer effeck, disinilah perannya program Corporate Social Responsibility (CSR) dalam upaya membangun kemandirian masyarakat disekitar wilayah operasi.
Kelima yang tak kalah pentingnya, ini kesempatan untuk melahirkan tenaga ahli perminyakan di Riau. Saya melihat disini kita gagal, seharus sesaat setelah menjadi operator kita langsung menyiapkan program beasiswa ke Jurusan Perminyakan dan Pertambangan untuk anak-anak Ring I operasional sehingga 5 tahun setelah itu kita memiliki banyak stock Sarjana siap untuk didik dilapangan kita. Hal ini pernah saya lakukan saat bertugas di Kondur Petroleum SA, melalui CSR Program kita kirim 9 anak mewakili kecamatan Merbau, Sungai Apit dan Tebing Tinggi Barat melanjutkan pendidikan di Perminyakan UIR, disamping itu juga dikirim beberapa ke IPB, Akper dan Akbid di Pekanbaru.
Berangkat dari pengalaman itulah, pada bulan Oktober 2007, lima tahun setelah BOB mengelola Blok CPP, saat diminta memperkuat jajaran anak daerah saya bersedia mengundurkan diri dari Kondur Petroleum SA bergabung menjadi Staff Ahli Direktur PT. BSP dan selanjutnya diperbantu menjadi Team Manager Government & Public Relations di BOB PT. BSP - Pertamina Hulu. Usulan awal saya adalah pembenahan dan penguatan fungsi eksternal khususnya program Corporate Social Responsibility (CSR), saya mengajukan Program Beasiswa Bhakti CPP Untuk Negeri yang bertujuan mengirimkan tamatan SLTA Ring I untuk melanjutkan pendidikan ke Perminyakan ITB dan UIR. Sayang program itu tak sempat terrealisasi karena terjadi perubahan ketentuan dimana CSR menjadi Non Cost Recoveri.
Mudahan-mudahan dengan berbagai pengalaman yang ada, makin memantapkan tekad Riau untuk merebut Blok Siak dan menjadikan operator Blok Siak menjadi model industri pro rakyat yang profesional dan peduli lingkungan.