Hai orang-orang mukmin, sesungguhnya diantara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (At-Taghabun 14).
Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya bahwa keluarga bisa saja membuat seseorang memutuskan tali silaturahmi dan menjadi durhaka kepada Allah swt karena pengaruh keluarganya. Sementara dia tidak mampu menolak karena saking cinta kepada keluarganya.
Keluarga menjadi musuh ketika kecintaan kepada keluarga mengalahkan kecintaan kepada Allah swt, akibat pengaruh keluarga membuatnya bermaksiat kepada Allah swt.
Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi (Al-Munafiqun 9).
Contoh Kasus
Istri dan anak menjadi musuh suami, atau berlaku sebaliknya suami dan anak menjadi musuh istri. Suami menjadi musuh ketika melarang memakai jilbab, melarang ikut pengajian, melarang shalat, mengajak ke tempat maksiat (diskotik atau berenang dengan membuka aurat) dan segala sesuatu yang menghalanginya untuk ta’at kepada Allah swt.
Ketika keluarga meminta sesuatu, sementara dia tidak mampu memenuhinya maka segala cara dilakukan untuk mengabulkan permintaan tersebut. Halal dan haram bukan lagi ukuran bagaimana harta itu diperoleh. Tidak sedikit kasus korupsi terjadi karena pengaruh keluarga, gaya hidup mewah untuk memenuhi keinginan keluarga. Kecintaan kepada keluarga telah membutakannya dan tidak peduli lagi dengan rambu-rambu agama. Mungkin istri mantan Presiden Tunisia yang terguling (Leila Trabelsi) bisa menjadi contoh, bagaimana gurita korupsi yang dilakukan oleh keluarga istrinya membuat rakyat marah dan akhirnya Presiden Ben Ali mundur dari kekuasaan.
Kecintaan kepada keluarga membuatnya malas beribadah sehingga keluarga menghalanginya untuk ta’at kepada Allah swt. Saking cinta kepada keluarga membuatnya takut mati karena khawatir istri dan anaknya terlantar sepeninggal dirinya, padahal Allah swt telah menjamin rezeki setiap makhluk.
Karena hasutan istri, suami mengabaikan orang tuanya dan memutus tali silaturahmi. Tidak lagi memberi nafkah di saat orang tuanya kesusahan, semua hartanya hanya terfokus untuk keluarganya. Tidak pernah lagi menjenguk orang tuanya, bahkan sekedar telepon untuk menanyakan keadaannya. Ini termasuk anak durhaka, dia lupa bahwa orang tua yang telah membesarkan, mengasuh dan mendidiknya hingga sukses, sementara istri tahunya setelah dia sukses.
Mencintai istri dan anak adalah fitrah manusia (gharizah an-na’u), inilah cara Allah swt melanjutkan keturunan manusia (Ar-Rum 21). Bisa dibayangkan jika tidak ada rasa cinta antara laki-laki dan wanita maka tidak ada dorongan seksual, tidak terjadi perkawinan dan tidak ada kelahiran maka musnahlah manusia. Tetapi rasa cinta ini tidak boleh melebihi kecintaan kepada Allah swt, jangan sampai kecintaan kepada keluarga mengakibatkan seseorang mendurhakai Allah swt.
Tentu saja, tidak sedikit istri dan anak yang membawa keta’atan kepada Allah swt ketika sang istri selalu mengingatkan suami agar berhati-hati dalam mencari nafkah, tetap sabar dan tidak banyak permintaan yang di luar kemampuan suaminya, serta memperlakukan keluarga suaminya dengan baik.
Wallahua’lam
Maraji’:
Tafsir Ibnu Katsir