Pemikiran Prof. Dr. Nurcholish Madjid, seorang intelektual Muslim terkemuka, juga memperkuat konsep inklusifitas Pancasila. Menurut Madjid, Pancasila bukanlah sekadar produk sejarah semata, tetapi merupakan manifestasi dari nilai-nilai universal yang dapat diterima oleh setiap individu, tanpa memandang perbedaan latar belakang sosial, budaya, atau agama. Konsep Madjid ini menegaskan pentingnya mengintegrasikan keanekaragaman sebagai aset utama dalam membangun kehidupan sosial yang harmonis dan berkeadilan.
Dari perspektif filsafat, Dr. Franz Magnis-Suseno, seorang filsuf Jerman yang memiliki kecintaan mendalam terhadap Indonesia, memberikan penilaian bahwa Pancasila merupakan hasil refleksi kolektif yang merefleksikan kearifan lokal yang mampu bersinergi dengan nilai-nilai universal. Dalam pandangannya, Pancasila menawarkan landasan moral yang kuat, membangun prinsip-prinsip moral yang tak hanya relevan secara lokal, namun juga mampu memberi sumbangan bagi perkembangan pemikiran etika universal secara global.
Dengan pemahaman mendalam dari perspektif para ahli dan tokoh filsafat, Pancasila menjadi lebih dari sekadar sebuah panduan politik; ia mengemuka sebagai hasil sintesis yang kompleks dari pemikiran moral dan etika yang dapat memandu setiap individu, masyarakat, dan bangsa menuju harmoni dan keberlanjutan. Dalam implementasinya, Pancasila bukanlah semata sebuah konsep yang bersifat statis, tetapi sebagai suatu panduan hidup yang terus berkembang, beradaptasi dengan dinamika zaman, namun tetap memegang teguh prinsip-prinsipnya yang mendalam dan universal.