Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana

Antara Resah dan Gelisah

24 Februari 2021   13:53 Diperbarui: 24 Februari 2021   13:53 132 3
Supono kemarin habis ikut tes cepat dari tempat ia bekerja. Semenjak pandemi--yang bikin semua aktivitas dan segala lini kehidupan masyarakat agak kacau balau itu--tes cepat di tempat kerjanya itu memang dijadwalkan secara rutin. Selama ini Supono juga jadi jarang berangkat kerja, hanya sesekali, jadi seringnya kerja dari rumah saja.

Sepuluh menit menunggu hasil--selepas ujung jarinya dicolok jarum--sambil ngelepus bersama rekan-rekannya yang lain di depan ruko, namanya pun di panggil. Hasilnya negatip. Rekan-rekannya satu per satu juga dipanggil, beberapa orang positip dan disuruh pulang untuk isolasi mandiri beberapa hari di rumah, sebelum kembali ke tempat kerja dan di tes kembali.

Seharian orderan sepi. Sore itu sebelum pulang Supono dan Roman, seorang rekannya yang juga kawan karibnya, merenungi nasib, sambil ngopi dan ngelepus, saling bertukar pikiran, kadang hanya ngalor-ngidul ngobrol di rooftop, perihal hari-hari yang semakin lama semakin menyiksa batin mereka. Meski merasa masih sukur alhamdulillah masih punya pekerjaan di antara banyaknya orang kena pengurangan tenaga kerja. Tapi mereka bertanya-tanya entah sampai kapan hari-hari menyiksa ini akan berakhir.

Tak ada jaminan mereka-mereka itu bakal selamanya begitu-begitu saja. Kecemasan melanda mereka. Di antara kecemasan keadaan penyakit yang berkembang di luar sana, mereka juga cemas akan nasib penghidupan mereka.

"Yah, pasrahkan saja, pada Gusti Alloh." Begitu biasanya Supono berucap. Menyelesaikan banyak keresahan-keresahan di pikiran keduanya itu dengan kalimat penutup setengah putus asa.

"Kamu sih enak, No, sudah punya bini. Saya nambah resah karena masih jomblo, " keluh Roman.

"Lah, dikira punya istri bisa ngurangin resah?"

"Setidaknya, kan, ada teman berbagi resah, ada yang dikelonin."

"Lah, kan ada kawanmu ini, ada emak bapakmu di rumah. Boro-boro dikelonin. Ini sudah dua minggu dia uring-uringan saja kerjanya. Barangkali sedang PMS."

Memang benar, sudah dua minggu, di rumah, tiap Supono mendekati Marsini di kasur, ia malah menyuruhnya menjauh. Bau katanya. Ketika malam itu kemudian pulang dari tempat bekerja, Supono sudah mendapati Marsini sedang duduk manyun di kasur. Membuka-buka lembaran sebuah buku novel.

Malam itu malam Jumat. Supono tidak patah semangat, perlahan ia mengendap-endap, mendekati Marsini sejengkal demi sejengkal, ketika kemudian Marsini membentaknya.

"Mandi sana, Mas! Bau! Rendem juga tuh baju celana pake deterjen! Berani-beraninya baru datang, main ganggu-ganggu istri!."

"Kamu lagi PMS, ya?"

"Enggak! Cepet mandi sana, Mas! Ndak tahan baunya."

"Masya Alloh. Iya, iya. Jadi abis mandi boleh ngganggu?" tanya Supono, barangkali dapat peluang.

"Kamu, kalau di rumah kerjanya nggangguin istri melulu!"

"Lah, daripada nggangguin istri tetangga?"

"Oh berani kamu, Mas?"

"Biarlah nggangguin istri. Daripada itu petugas-petugas di jalanan, nggangguin orang jalan, lagi susah malah didenda-dendain dua ratus lima puluh ribu! Orang lagi susah makan begini. Bukannya bagi-bagi makanan kek."

"Udah jangan banyak omong! Aku lagi malas dengerin! Mending cepet mandi terus rendem pakaianmu itu, abis itu, bacain aku novel ini. Aku mau dengerin kamu bacain ini, Mas!"

Supono merasa istrinya itu galak betul. Tapi lumayan juga, barangkali setelah mendengar cerita yang dibacanya, moodnya bisa bagus, terus bisa 'ehem-ehem kuk'. Diraihnya bak cucian, diambilnya deterjen dan merendam pakaiannya, lalu ngebut mandi.

Lepas mengenakan kaus oblong dan sarung, didekatinya Marsini yang masih cembetut. Diserahkannya buku novel pada Supono dengan kasarnya. Sementara si lelaki kurus itu melihat ada yang mengganjal di buku novel itu.

Sebuah alat tes kehamilan tersemat di tengah lembaran buku itu, membuatnya begitu kaget, sampai tak dapat lagi berkata-kata. Dilihat-lihatnya itu garis dua di tengahnya.

"Hah? Ini beneran? Aku mau jadi seorang bapak? tanya Supono masih tak menyangka.

"Iya. Sudah tiga kali aku cek. Itu hasil kamu ganggu-ganggu aku melulu selama di rumah." Senyum manis terlihat di wajah Marsini.

"Wah, aku tadi tes di kantor negatip, malah kamu di rumah yang positip."

Supono begitu bahagia, dipeluknya istrinya. Rupanya di antara resah dan gelisah hatinya itu, masih ada kebahagiaan yang diberikan Gusti Allah, kini ada jabang bayi di perut Marsini, yang akan melengkapi keluarga kecilnya.

***

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun