Mohon tunggu...
KOMENTAR
Nature

“Eco-House” : Saat Cahaya Tak Perlu Banyak Biaya

4 November 2013   05:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:37 939 0
[caption id="" align="aligncenter" width="468" caption="Rumah ramah lingkungan berpanel surya"][/caption] Pertama, saya ingin berdiskusi dengan kawan – kawan Kompasianer tentang masalah energi dan sumber penghasil energinya. Heran tidak bila saya katakan bahwa permasalahan energi sudah dicetuskan bahkan sejak sekitar seratus tahun silam. Adalah Alexander Graham Bell pada tahun 1917 yang mengatakan pada komunitas akademisi bahwa cadangan bahan bakar fosil dunia menjelang habis. Pada jaman itu Ia telah memberi gagasan awal tentang etanol dari jagung dan bahan pangan lain yang dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti batu bara dan minyak bumi.

Menjelang habisnya cadangan bahan bakar fosil dunia saya kira bukan lagi menjadi isu karena banyak ahli dan ilmuan yang mengungkapkannya. Tentu para ahli tersebut tidak mau kehilangan kredibilitas dengan mengatakan kebohongan kan? Dari berbagai sumber, cadangan minyak dunia hanya cukup untuk menyokong 100 tahun kehidupan di bumi. Itupun hanya di beberapa negara dengan cadangan minyak yang masih cukup seperti Kuwait, Iran, dan Kanada.

Karenannya saya ingin berbagi ide dengan kawan – kawan di sini untuk memberi solusi permasalahan energi di bumi. Saya memikirkan tentang kemandirian energi. Apa dan bagaimana kemandirian energi yang saya maksudkan? Mari simak penjelasan saya secara runut mulai dari latar belakang permasalahan hingga solusi.

BERAPA JUMLAH ENERGI YANG KITA BUTUHKAN?

Semua kebutuhan energi bisa dicerminkan dari kebutuhan satu rumah tangga. Satuan rumah tangga paling masuk akal untuk dihitung, karena menghitung kebutuhan energi personal akan sangat bervariasi. Mudahnya mari kita hitung kebutuhan listrik kita.

Dalam beberapa artikel yang saya kumpulkan, satu hari rumah tangga ekonomi menengah dengan peralatan standar seperti televisi, rice cocker, kulkas, pendingin ruangan (AC), setrika, laptop dan komputer membutuhkan listrik sekitar 3,91 kWh. Satu bulan memerlukan energi listrik 117,30 kWh.

Sedangkan kebutuhan bahan bakar lain seperti gas dan bensin saya akan berkaca pada diri sendiri. Satu rumah minimal menghabiskan dua tabung gas tiga kilogram dalam satu bulan, sedangkan bensin dalam satu minggu membutuhkan sekitar lima liter dengan aktivitas sepeda motor yang tidak terlalu jauh.

Misalkan saja di Kota Malang, karena saat ini saya sedang berada di Malang, memiliki jumlah KK (Kepala Keluarga) sebanyak 200962. Maka Kota Malang dalam satu bulan membutuhkan energi listrik sebanyak 23.572.842,6 kWh dan bahan bakar gas sebanyak 1.205.772 kilogram. Sedangkan bensin sepeda motor bisa diasumsikan tiap KK minimal memiliki satu sepeda motor maka dalam satu bulan membutuhkan minimal 1.004.810 liter. Di sini saya tidak memasukkan perhitungan pertamax untuk pengguna mobil karena saya belum tahu perhitungan kebutuhannya.

Kebutuhan versus suplai. Katakanlah listrik Kota Malang yang sudah saya gambarkan sebelumnya dengan kebutuhan per bulannya mencapai 23 juta kWh lebih. Sedangkan kita lihat Bendungan Karangkates di Kabupaten Malang sebagai salah satu penyuplai energi yang konon dapat menghasilkan listrik 400 juta kwh per tahun atau rata-rata per bulan 33 juta kWh. Belum lagi terkait pendangkalan waduk dan berkurangnya debit air yang juga mempengaruhi produksi listrik hingga hanya 29 juta kWh per bulan.

Sangat tipis kan kalau kita melihat antara kebutuhan (yang hanya Kota Malang) dengan suplai. Padahal Pembangkit Listrik Karangkates produksi listriknya tidak hanya diperuntukkan untuk Kota Malang saja.

Ini masih perhitungan sederhana yang dimulai dari rumah, dimulai dari satu kota. Bagaimana dengan kota atau daerah lain? Dan Bagaimana dengan kebutuhan energi lain?

KEMANDIRIAN ENERGI

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun