Paham maksudnya?
Kecenderungan orang-orang, akan lebih mendengarkan, mengikuti nasehat, dan menerima apa yg dibicarakan oleh orang yang lebih dekat dengan dia. Mungkin karena faktor kepercayaan, sehingga kedekatan itu amat berpengaruh.
Ketika orang yang kurang dekat dengan kita atau bahkan tidak dekat dengan kita, memberikan nasehat atau teguran secara tiba-tiba, maka apa yg terbayang respon nya? Mungkin seminimal mungkin dalam hati berpikir, “emang siapa sih kamu? Kenal aja engga.” Atau kalau memang kenal, “maksudnya apaan sih tiba-tiba ngomong gitu? Emang dia tahu apa?”
Nah, yg jadi permasalahannya sekarang adalah, “CARA”. Bisa dibilang metode, dalam MENASEHATI.
Begini, saya sesuaikan saja dengan pengalaman saya. Pernah, suatu ketika saya berbuat kesalahan. Kesalahan yg cukup fatal, sehingga berdampak ke segalanya. Pergaulan saya, nilai-nilai sekolah saya, organisasi saya, sampai hubungan saya dengan orangtua. Saya baru sadar saya ‘bermasalah’, ketika orang terdekat saya menasehati. Walau pada awalnya, saya enggan sekali mendengarkan apa yg ia katakan, setelah sekian lama saya tidak berjumpa, saya merasa kurang nyaman dengannya, mungkin akibat dari ‘kesalahan mind & soul sett’ saya. Saya benar-benar sadari sekian bulan saya futur iman. Ibadah saya jadi kurang, dibebankan banyak sekali tugas, pulang sering malam, organisasi terabaikan, nilai-nilai turun sekali, sulit fokus belajar, semua itu mengapa bisa terjadi?
Jawabannya hanya satu: saya tidak sedang mendekati Allah.
Saya amat jengkel, kesal jika ada orang yg tiba-tiba menasehati saya, karena saya pikir, mereka tidak tau ‘kejadian yg sebenarnya’, mereka tidak tahu ‘siapa saya sebenarnya’, saya sampai-sampai menganggap mereka tidak mengenal saya dengan baik. Egois saya mencuat disana. Astagfirullah….
Hingga, pada suatu hari, saat kajian islam rutin hari minggu saya datangi. Seperti biasa, sebelum dimulai kami seringkali berbincang-bincang mengenai keseharian kami masing-masing, bisa jadi itu masalah, kendala dakwah, pengumuman atau hal-hal ringan namun penting lainnya.
Guru saya, menyinggung sedikit soal tujuan hidup kita sebagai muslim, identitas kita sebagai muslimah, keterikatan kita dgn hukum syara’, dan terutama tentang suasana keimanan…..
Saya sampai berbicara lirih, “iya sih teh, akhir-akhir ini juga ayu ngerasa sedang turun. Drastis malah.” (saya mulai meluruh, pintu kesadaran mulai terbuka) Saya pun mulai merenung… Bukan satu waktu itu saja. Namun, hampir setiap hari!!!
Jangan fikir disela-sela diri saya yg sedang ‘turun’, ‘turun’, ‘drop’, ini saya tidak banyak berpikir atau merenung soal hidup. Soal identitas saya sebagai muslimah. Saya sering merenung, ‘ada apa dengan diri saya sebenarnya?’, hanya saja…..sampai detik itu saya belum menemukan jawabannya.
Yg saya fikirkan sekarang, mungkin saat itu, guru saya berpikir: itu pintu gerbang kesempatan utk saya bisa disadarkan dan diingatkan kembali. Maka, setelah pulang kajian, guru saya meminta saya untuk tidak pulang terlebih dahulu, ada yg mau dibicarakan dan “bimbingan pribadi”. Oke, saya terima. Katanya, ini saat yg pas karena saya pada awalnya suka membuka pintu kesempatan baginya untuk ‘bertanya’ kepada saya.
Nah, ternyata yg dibicarakan adalah soal: saya. Saya mengapa? Saya bagaimana? Dan saya ada apa sebenarnya. Disana terjadi percakapan yg membuat saya kembali nyaman, hati saya luluh, egois saya tidak muncul. Malah saya merasa amat bersalah selama ini. Beliau yg membimbing saya selama lebih dari 1 tahun, tapi mengapa saya futur begitu lama, sekian minggu, sekian bulan. Guru saya merasa itu bukan saya yg sebenarnya. Saya kehilangan diri saya yg sebenarnya.
Beliau menganggap, saya itu yg paling dekat hubungannya dibandingkan dgn teman-teman yg lainnya. Saya tidak pernah menyangka itu. Lalu, dengan halus, amat berhati-hati, kami membicarakan permasalahan saya yg sebenarnya. Keterbukaan, kejujuran, dan kesabaran diperlukan disini…. Beliau menasehati saya….. mengingatkan saya kembali… memberikan bahan motivasi untuk saya. Karena sesungguhnya motivasi itu tidak datang dari oranglain, namun itu datangnya dari diri kita sendiri. Oranglain hanya memberikan solusi, bahan motivasi, yg pada akhirnya kita yg memutuskan sendiri. Kita yg memilih untuk bangkit atau tetap terjatuh? Kita yg memilih untuk berubah atau tetap?
“DUNIA INI BISA MENJATUHKANMU. TAPI KAU MASIH BISA MEMILIH UNTUK BANGKIT ATAU TIDAK?”
Akhirnya, secara otomatis, saya menerima. Segala kritikan, saran, pendapat, nasehat, saya terima dengan baik. Saya renungkan dalam-dalam, coba maknai maksud ujian ini. Yakni, ALLAH ingin supaya saya lebih kuat! Lebih hebat! Lebih baik, dari sebelumnya!
Biarlah sementara terjatuh, namun selamanya terus bangkit!
Saya simpulkan, ketika kita ingin menasehati seseorang, jangan langsung dinasehati saat itu juga. Pandai-pandai melihat kondisi, pahami situasi. Lalu, jangan coba-coba untuk secara gambling mengungkapkan maksud kita.. cobalah untuk ajak bicara hanya empat mata, dekati terlebih dahulu, akrabkan hubungannya, baik-kan komunikasinya. Setelah itu, baru..silahkan.. luncurkan nasehatnya.
Tentu dengan cara yg ma’ruf. Tidak pakai emosi, apalagi bersungut-sungut.
Insya allah, cepat atau lambat, orang yg kita tuju akan mengerti, memahami, dan akhirnya menyadari. Semoga.
Pesan intinya: Terus PERBAIKI DIRI & LAKUKAN YANG TERBAIK!