Pada awalnya, kami berencana untuk mencicipi kelezatan Soto Kudus "Sederhana" yang ada di seberang Mal Ciputra, tepatnya di sebelah SPBU Jelambar. Namun sayang, ternyata rumah makan tersebut sudah tutup, padahal waktu masih pukul tujuh malam.
Kamipun mengubah tujuan ke Bale Dhahar, rumah makan masakan khas Jawa yang lokasinya hanya beberapa meter dari halte bus Transjakarta Kebon Jeruk. Namun sekali lagi harus menelan ludah. Rumah makan tersebut ternyata juga tutup karena kemarin adalah hari Minggu kedua. Rumah makan itu memang tidak buka tiap hari Minggu kedua dan keempat.
Ke mana lagi ya? Pilihan "baku" kami berikutnya adalah warung gudeg Yu Laras langganan kami yang membuka lapak di jalan Kelapa Dua, sekitar 20 meter dari halte bus Transjakarta Kelapa Dua Sasak. Kamipun segera tancap gas ke sana, namun sekali lagi, kami harus kecewa. Tak seperti biasa, warung gudeg itu tutup juga!
Sudah tiga tempat makan kami datangi, namun ternyata hari itu kami "tidak berjodoh" dengan ketiganya. Perut makin terasa lapar. Saat itu, kami sudah kehabisan "stok" usulan tempat makan. Pilihan berikutnya paling-paling masakan Padang atau nasi/mi goreng.
Namun "dewa kuliner" (ada nggak ya, dewa kuliner? hehehe) masih berbaik hati. Sepanjang perjalanan menuju tempat tinggal kami, kami melewati sebuah warung tenda angkringan Jogja. Lapak tersebut sebenarnya adalah "cabang" dari warung gudeg Yu Laras. Kamipun segera memutar kendaraan kami dan menghampiri warung tersebut.
Angkringan itu tertata rapi. Puluhan nasi bungkus lengkap dengan nampan-nampan berisi bakwan, tahu, mendoan, sate, dan jajanan-lauk lainnya berderet rapi. Kamipun segera memesan minum dan mengambil nasi bungkus yang ada di hadapan kami. Nikmat sekali rasanya. Tapi, ternyata itu belum semuanya. Bapak penjaga warung yang ramah menawarkan sesuatu yang unik ketika saya mengambil salah satu gorengan itu, yaitu membakarnya.
"Untuk mengurangi (kandungan) minyaknya," begitu jawabnya ketika saya bertanya mengapa beliau menawarkan untuk membakarkan gorengan yang saya ambil. Hmmm... setelah sejenak berpikir, sayapun mengiyakan tawaran bapak tersebut. Tiga gorengan yang saya pilih kemudian diletakkan di atas panggangan yang berbahan bakar arang selama dua-tiga menit, lalu dihidangkan ke hadapan kami di atas sebuah piring kecil.
Kami mengambil gorengan yang telah dibakar itu, lalu mulai menggigitnya. Hmmm.... kenapa saya baru tahu bahwa gorengan itu bisa dibakar, dan bahwa rasanya luar biasa nikmat setelahnya? Gorengan yang tadinya "layu" karena sudah dingin menjadi renyah. Minyaknyapun tak begitu terasa lagi, sehingga di tenggorokan tidak meninggalkan rasa berminyak seperti biasanya. Pokoknya rasanya unik dan nikmat!
Setelah puas menikmati beragam menu di angkringan itu, saya memanggil bapak penjual untuk membuat perhitungan, alias mau membayar, hehehe.... Cukup enam belas ribu rupiah untuk mengenyangkan perut kami berdua malam itu. Tidak begitu mahal, bukan? Nah, jika kebetulan Anda berada di sekitar jalan Panjang atau jalan Kelapa Dua, sempatkanlah diri Anda untuk menikmati gorengan bakar ala angkringan Jogja "SS" ini. Siapa tahu, kita kebetulan bertemu di situ.
-------------
Ikuti @Tweetspiring
-------------