Sampai saat ini, gereja cabang yang sederhana ini hanya memiliki sebuah gitar tua untuk mengiringi jemaatnya menaikkan puja dan puji kepada Yang Hakiki. Meski demikian, semangat jemaat begitu menggebu untuk menghantarkan pujian dari dasar kalbu.
Tak hanya itu, gereja ini bisa dikatakan sebagai Rumah Mujizat. Tiap ibadah Minggu, selalu ada saja jemaat yang maju untuk menceritakan keajaiban dan kebaikan Tuhan yang mereka alami. Masih ingat dengan kisah tentang mujizat ikan teri? Di sinilah kisah itu diceritakan pertama kali.
Minggu lalu, seorang ibu maju ke depan untuk memberikan sebuah kesaksian. Beliau mengawali kesaksiannya dengan menyanyikan sebuah pujian. Meski tak ada pemusik yang mengiringi, beliau tetap semangat bernyanyi.
"Bersyukur selalu bagi kasih-Mu di dalam hidupku
dan takkan kuragu atas rencana-Mu 'tuk masa depanku
S'bagai Bapa yang baik, takkan pernah Kau meninggalkanku
S'bagai Bapa yang sangat baik, takkan pernah Kau melupakanku..."
Itulah sepenggal syair lagu yang beliau nyanyikan waktu itu. Lagu yang membuatku tertunduk malu. Bukan karena syairnya yang syahdu, bukan pula karena suaranya yang merdu. Kerinduan beliau untuk menyatakan kebaikan Tuhan lah yang bergema di relung-relung hatiku. Aku, meski tiap hari merasakan kebaikan-Nya, hampir tak pernah rindu menyatakannya. Ketika ruang kesaksian dibuka, aku lebih banyak menundukkan kepala.
Selesai bernyanyi, sang ibu menyaksikan bagaimana Tuhan menyembuhkannya dari sakit perut yang membuatnya harus buang hajat hingga 20 kali sehari. Mujizat-mujizat Ilahi serasa menjalar di seluruh jiwa tiap mendengar kalimat demi kalimat yang diucapkannya. Ah, gereja yang penuh mujizat, ingin rasanya aku kembali ke sana!