Mohon tunggu...
KOMENTAR
Politik

DPR: Taman Kanak-kanak atau Taman Margasatwa?

27 Oktober 2010   11:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:03 361 0
[caption id="attachment_304994" align="alignnone" width="300" caption="Marzuki Alie/primaironline.com"][/caption] Kalau suatu ketika di masa lampau almarhum Gus Dur pernah menyebut DPR sebagai TK alias Taman Kanak-Kanak, sepertinya sebutan itu sudah perlu diperbarui karena sudah tidak relevan dengan perkembangan yang terjadi sekarang. Saya mengusulkan DPR itu sebaiknya disebut saja sebagai Taman Margasatwa. Mengapa demikian? Tanpa bermaksud merendahkan harkat dan martabat para penghuni taman margasatwa, saya mengandaikan Lembaga Legislatif yang kita punyai sekarang sudah seperti hewan-hewan yang tak berakal-budi. Mereka sudah tidak manusiawi. Mungkin tidak semua seperti itu, namun paling tidak hari ini kita menyaksikan sendiri bagaimana pemimpin lembaga tinggi negara tersebut menunjukkan kualitasnya. Seperti yang dilaporkan detikNews (27/10/2010), Marzuki Alie, sang ketua dewan, dengan enteng mengomentari masalah bencana tsunami di Mentawai sebagai "konsekuensi tinggal di pulau." Lebih lanjut lagi, ia menyatakan bahwa seharusnya warga yang takut ombak tidak tinggal di pantai dan menyarankan agar pemukiman warga Mentawai dipindahkan saja. Pejabat kelahiran Palembang itu pun kemudian menutup dengan himbauan klise tentang peralatan peringatan gempa, "Kalau rusak diperbaiki. Kalau hilang dibeli lagi." Komentar tersebut bahkan takkan keluar dari mulut seorang anak TK (kecuali, mungkin, anak beliau!). Dengan berkata demikian, sama saja Marzuki Alie mengatakan bahwa yang takut lahar jangan tinggal di lereng gunung, yang takut kebakaran hutan jangan tinggal di hutan, dan yang takut gempa jangan tinggal di daratan. Lalu pertanyaannya, kita mau tinggal di mana? Apakah permasalahan hunian hanya berdasarkan takut dan tidak takut? Saya percaya penduduk Mentawai adalah orang-orang pemberani, tapi masalahnya sebesar apapun keberanian itu, takkan sanggup mengatasi tsunami! Yang berikutnya, saya (dan semoga hanya saya) tak melihat sedikitpun nada keprihatinan yang meluncur dari sosok yang katanya disebut manusia itu. Tidak ada simpati sama sekali, itulah yang saya tangkap dari komentar pimpinan wakil rakyat yang terhormat itu. Sebagai seorang wakil rakyat, dia seharusnya mampu memberikan komentar yang jauh lebih berkelas. Namun lihatlah, tak hanya tak berkelas,  komentarnya pun sangat tidak manusiawi. Pantaslah kiranya dia menjadi Ketua Taman Margasatwa! Setali tiga uang dengan (mantan) pimpinannya di Partai DemokRAT, mantan Sekjen partai ini pun lebih suka berada di ibukota dengan segala kemewahannya. Saya tidak tahu apa saja kode kehormatan dewan dan apa saja kode etik partai yang mengusungnya, namun yang jelas, mayoritas pemilih di negeri ini telah ditipu mentah-mentah. Di manakah kehormatan itu? Tidak ada! Di manakah etika itu? Tidak ada! Semua sudah menunjukkan sifat aslinya sebagai penghuni taman margasatwa. Tapi bagaimanapun juga, sebagai manusia yang bertakwa, kita tetap harus melihatnya dari sisi positif. Paling tidak setelah kita mengetahui kualitas mereka, kita jadi tahu siapa yang tidak akan kita pilih pada Pemilu berikutnya. Yang kedua, bapak dan ibu guru yang mengajar Taman Kanak-kanak tak perlu jauh-jauh lagi mengajak murid-murid mereka belajar satwa di Ragunan; cukup ajak anak-anak itu ke Senayan, lokasi lebih dekat, lebih mewah, dan lebih jinak karena bisa diajak bersalaman, setuju?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun