Kamu ragu. Untuk yang kesekian kali, kamu ragu. Aku tahu. Tidak usah kamu menuntut ini, itu. Karena, itu, aku tahu. Darimana aku tahu? Tak usahlah kamu tanya ke sini, ke situ. Ini cuma aku, yang mencari tahu. Aku tahu, karena rasa itu pun ada di dalamku. Ragu.
Kamu bertanya-tanya mengenai itu. Sungguh aku tidak tahu-menahu. Kurang dari seperempat abad umurku, tak ada minatku untuk mencari tahu. Mencari tahu rasa itu. Iya, aku tahu. Aku tahu karena aku sengaja membutakan mataku.
Kamu tahu apa yang lucu? Sebuah teori yang mengamini bahwa setiap makhluk di muka bumi itu lebih mencintai makhluk dengan sifat-sifat yang berlawanan darinya. Bukankah yang seperti itu datang dari dua makhluk yang saling cocok? Bukankah yang paling cocok itu adalah yang memiliki banyak kesamaan? Teori macam apa itu!
Baiklah, aku mengalah. Aku setuju dengan teori itu. Kini, teori itu sama sekali tidak menjadi lucu. Semua terjadi ketika aku bertemu kamu.
Kamu, dengan semua tolakkan sifatku: lakumu, pikirmu, rasamu, kerasmu, diammu, polamu, takutmu, ambisimu, citamu, semua! Tidak ada yang bisa membuatku melepaskan pikir akanmu di kepalaku. Benarlah adanya teori tarik menarik magnet terjadi padaku saat itu. Kini aku malah berharap menjadi utaramu. Sumbu tempatmu menuju.
Sampai kemarin, aku percaya jika kodrat lelaki adalah untuk mencinta, mencari dan menentukan, memilah dan mengambil keputusan. Sedangkan wanita, terlahir untuk dicinta, dibelai dengan sayang dan kasih penuh perlindungan. Percayakah kamu bila cinta bisa terbagi pada dua orang yang saling mencinta? Aku tidak. Aku rasa, cinta hanya milik pribadi yang merasa.
Jika aku cinta kamu, maka segala yang aku lakukan adalah untuk aku. Karena aku bahagia melihat senyummu, maka aku akan berikan yang terbaik untukmu. Karena aku benci melihat wajah sendumu, maka aku ciptakan tawa di sekitarmu. Karena aku tak mau cemburu, maka aku hindari hidup dalam bayang masa lalumu. Karena cinta adalah semua tentang aku. Bukan untuk kamu, bukan untuk kita. Tapi aku. Aku yang akan mendapat bahagia ketika kamu juga rasa.Maka itu, aku tak mau berbagi cinta, walau denganmu yang aku cinta. Rasa ini terlalu cantik untuk aku bagi, bahkan untukmu.
Denganmu, aku rasa kesal, sesal yang sepadan. Benciku tak pernah larut padamu. Seperti embun yang menyublim dalam teriknya matahari. Rindu, kesal, benci, jijik, sayang, dan harapan bersatu padu untuk tetap memberiku nyawa untuk tidak berhenti memujamu.
Kamu, kamu, kamu. Mengapa begitu bahagianya aku ditemani rasa ini? Mereka bilang aku sendirian. Awalnya aku percaya itu. Namun kini, apa yang aku harus takutkan? Aku memang tidak memilikimu, tapi aku memiliki cinta untukmu. Itu lebih dari cukup, dan sampai kapan pun, aku tak akan pernah menyesali itu. Menyayangimu, adalah anugerah Tuhan untuk jiwa kosongku. Terimakasih, kamu!