Ada satu iklan yang belakangan ini menarik, iklan Unilever "padahal saya yakin, bahwa semua anak punya hak cuci tangan..." Iklan ini sangat menggelitik, setiap menontonnya, ada beberapa hal yang terpikirkan ; HAM bisa jadi komoditi siapa saja, termasuk Unilever yang menjual sabun dengan bumbu HAM, bahkan pidato "i have a dream"-nya Martin Luther King sampai dibawa-bawa. Haha, HAM, jualan yang selalu laku. Maka, mari bicara tentang para pejuang hak yang tidak menjual semboyannya! gadis cerdas, cantik, dan peduli sesama. Direkrut Unilever untuk jualan sabun dengan bumbu HAM Unilever menyandingkan Martin Luther King dengan Ki Hajar Dewantara, dua sosok hebat dari Amerika dan Indonesia, seolah-olah keduanya punya hubungan. Ya, keduanya dianggap memimpikan kebebasan bagi orang-orang tertindas yang mereka bela. Tertindas oleh siapa? imperialisme dan jiwa kolonialisme serta rasisme orang-orang kulit putih. Padahal saya yakin, setiap anak yang mau baca sedikit saja buku tentang dampak buruk globalisasi, akan tahu bahwa perusahaan multinasional kebanyakan adalah wajah baru imperialisme, ah semoga Unilever tidak termasuk. Solanya, tadi pagi saya mandi pake lifeboy. Dua tokoh itu langsung membuat saya teringat versi Islam dari kedunya, Malcolm X dan Kiyah Haji Ahmad Dahlan. Dua tokoh ini sangat saya kagumi sebab memperjuangakn kemanusiaan dengan dasar Islam, agama yang saya anut. Mereka menunjukan umat Islam telah punya modal intelektual, moral, konseptual untuk berbuat bagi seluruh dunia. Bukan hanya umat Islam sendiri, tapi seluruh dunia. Malcolm X, seperti juga MLK Jr, berjuang demi seluruh kaum kulit hitam Afro Amerika. Meski Malcolm muslim dan MLK jr adalah Kristen yang taat. Meski demikian, di dalam sejarah pergerakan hak-hak sipil di Amerika, Malcolm selalu dianggap wakil dari sisi lain perjuangan. Ia adalah representasi dari jalan juang yang tidak di tempuh Martin Luther King Jr. Jika Martin memakai metode “non violent” dan bepidato “i have a dream” saat pawai Washington, maka Malcolm lantang berteriak akan membebaskan kaum kulit hitam “by any mean necessary!” Martin Luther King Jr di-pop-kan jadi Dr. X yang membela mutan dengan cara berdamai dengan manusia, sedangkan Malcolm X digambarkan menjadi Magneto ; memperjuangakn hak mutan dengan memberi mereka semangat untuk mempertahankan diri bila ditindas. Apa memang demikian? Siapa sebenarnya yang lebih punya hubungan dengan Indonesia? Secara pribadi Malcolm tidak punya masalah dengan Martin Luther King jr (saya juga haha). Malcolm hanya mengkritisi revolusi ala Martin yang sepertinya jatuh ke dalam “mainan” kelas menengah kulit hitam dan kaum kulit putih liberal. Pawai Washington dimana Martin Luther King Jr menyampaikan pidato terkenalnya “I Have a Dream” adalah puncak kritik Malcolm, ia menggambarkan pawai tersebut sebagai ;
They controlled it so tight, they told those Negroes what time to hit town, how to come, where to stop, what signs to carry, what song to sing, what speech they could make, and what speech they couldn't make; and then told them to get out town by sundown. And everyone of those Toms was out of town by sundown. Memang itulah yang terjadi, James Baldwin yang militan tidak dibiarkan berpidato sebab ditakutkan akan berkata macam-macam. Kritk tersebut dismapaikan Malcolm X di dalam pidatonya yang terkenal “Message to the Grass Roots” . Para ahli di Amerika sepakat bahwa pidato ini adalah salah satu pidato politik terbaik sepanjang sejarah Amerika, tentu saja bagi mereka “I Have a Dream”-nya Martin Luther King lebih baik lagi. Tapi bagi kita orang Indonesia, sesungguhnya pidato Malcolm X lebih terkait dengan kita, sebab di situ dengan jelas Malcolm menjadikan KAA di Bandung sebagai model gerakannya. Ya Konfresni Asia Afrika yang digagas oleh para founding father kita! Malcolm X berkata
“In Bandung back in, I think, 1954, was the first unity meeting in centuries of black people. And once you study what happened at the Bandung conference, and the results of the Bandung conference, it actually serves as a model for the same procedure you and I can use to get our problems solved” Lebih jauh lagi, Malcolm bahkan diketahui memiliki hubungan yang dekat dengan Soekarno, bahkan kedua pemimpin revolusi (yang dalam kadarnya masing-masing diinspirasi ajaran Islam) ini saling mengagumi. Mereka pernah bertemu di Harlem, pusat gerakan kaum kulit hitam di tahun 1956, (Malcolm dijuluki Shining Prince of Harlem) Maka dengan segala hormat kepada MLK, seharusnya Unilever memakai pidato Malcolm X! Mengapa bukan Malcolm? Apakah karena Malcolm benci terhadap jenis perjuangan kebebasan yang hanya jadi mainan kelas menengah pribumi dan kalangan penguasa serta liberal kaum imperialis!? Sama seperti Soekarno. hubungan Malcolm X dan Soekarno
KEMBALI KE ARTIKEL