Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim terbanyak di dunia belum memaksimalkan potensi tersebut. Indonesia masih berfokus pada industri makanan, kosmetik serta farmasi halal. Oleh karena itu, sinergi antar lembaga pemerintahan berupaya memaksimalkan potensi Indonesia sebagai pusat industri halal.
Salah satu upaya dari Kementerian Perindustrian ialah membentuk kawasan indutri halal dengan target penyelesaian tahun 2020. Hal tersebut merupakan bentuk nyata kebijakan pemerintah dalam mengembangkan potensi industri halal di Indonesia. Namun, terdapat pekerjaan rumah mengenai masalah pembiayaan bagi pelaku usaha industri halal yang patut menjadi perhatian. Dalam hal ini, mengenai peran lembaga keuangan syariah yang belum maksimal.
Lembaga keuangan syariah dianggap sinkron dengan pengembangan industri halal karena prinsip syariah yang melekat. Namun, pangsa pasar bank syariah yang masih pada kisaran 5%, hal ini juga terlihat dari jenis lembaga keuangan syariah lainnya misalnya asuransi syariah, pegadaian syariah, pasar modal syariah, serta BMT. Oleh karena itu, momentum pengembangan industri halal di Indonesia ini, sebaiknya dapat dimanfaatkan bagi pelaku industri halal serta lembaga keuangan syariah untuk bersinergi serta berkolaborasi.
Kolaborasi dan sinergi antara pelaku usaha industri halal dan lembaga keuangan syariah merupakan bentuk win-win solustion bagi keduanya. Terkait dengan masalah pembiayaan, maka pelaku usaha akan memperoleh suntikan dana untuk pengembangan usahanya melalui lembaga keuangan syariah misalnya bank syariah, BMT, atau BPRS, pegadaian syariah. Pada sisi yang lain, maka lembaga keuangan syariah dapat meningkatkan pangsa pasarnya di Indonesia. Melihat kondisi serta manfaat tersebut maka kolaborasi dan sinergi antar keduanya merupakan suatu urgensi yang harus segera dieksekusi pelaksanaannya.
Peran Bank Syariah bagi Pengembangan Industri Halal di Indonesia