Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Di Salah Satu Sudut Kafe, Hari Ini

20 Oktober 2013   12:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:17 125 0
“Ia harus tetap aman.”

“Apakah kita akan terus menjaganya agar ia tetap hidup?”

“Tentu saja tidak. Akan ada hari ketika ia hanya akan menjadi sampah.”
***
Aku tidak tahu kenapa aku mau mengenakan pakaian seperti ini. Celana panjang hitam yang kebesaran untukku, kaus hitam yang ditutupi jaket abu-abu, dan topi hitam untuk menutupi sebagian wajahku. Rambut sebahuku kuikat dan kututupi dengan topi.

Kupikir aku terlihat seperti penguntit.

Tetapi, demi bisikan-bisikan yang kudengar semalam saat aku pura-pura terlelap, aku tetap memakai pakaian yang mereka berikan padaku semalam. Kemudian pergi diam-diam dari persembunyian yang pengap itu. Sambil mencuri topi salah satu dari mereka, tentunya.

Mereka ternyata meremehkanku. Pertahanan mereka gampang ditembus. Satu gerakan, runtuh seluruhnya. Aku yang sedang ingin menikmati udara luar sambil menyesap kopi kesukaanku pun bisa sampai kemari dengan selamat. Ah, harusnya mereka berterima kasih padaku. Aku sudah berbaik hati tidak membunuh salah satu anak buah mereka.

Dari sudut kafe yang terletak di dekat jendela kaca ini, aku bisa melihat hujan deras turun di luar sana. Beberapa orang mempercepat aktivitasnya, beberapa lainnya bergegas pulang ke rumah—mungkin berharap mendapatkan secangkir cokelat panas.

Dua orang lelaki tiba-tiba masuk, mencari-cari tempat kosong di kafe ini. Salah satunya tinggi, besar, berambut panjang diikat. Lelaki lainnya juga tinggi, tetapi badannya tidak gemuk, dan memiliki mata yang sangat tajam. Keduanya memakai jas berwarna hitam. Mereka memilih tempat di seberangku.

Aku melirik mereka dari sudut mataku. Begitu mereka duduk, rasa tidak nyaman yang aneh langsung menyelimutiku. Perasaan aneh apa ini? Siapa mereka berdua?

Aku merapatkan jaketku, seolah aku benar-benar kedinginan di dalam kafe yang hangat ini.

"Aku yakin ia masih di sekitar sini." Aku mulai mencuri dengar percakapan mereka.

"Tentu saja. Perempuan itu tidak akan dibawa pergi jauh. Ia masih berada di salah satu sudut kota ini, di mana tikus-tikus bodoh itu menyembunyikannya di dalam got."

Laki-laki lainnya menyeringai. "Cepat atau lambat kita akan mendapatkannya. Sayang sekali mata, hidung, dan bibir yang indah itu harus kita cabik-cabik."

“Dan kita akan mengirimkan telinganya masing-masing kepada dua orang itu. Ah, aku mencium aroma keberhasilan kita ..."

Prang!

Sialan.

"Maaf, maaf. Saya akan ganti!" Cepat-cepat aku membantu pelayan yang tergopoh-gopoh datang dan membersihkan pecahan cangkir.

Kedua laki-laki itu ikut memerhatikanku seperti pengunjung lain di kafe ini. Salah satu dari mereka—laki-laki yang memiliki mata tajam tidak sengaja bersitatap dengan mataku.

Damn!

Detik kemudian laki-laki itu seketika terbelalak.

"Bukankah itu dia?!" serunya sembari menunjukku.

Aku segera berlari keluar kafe. Mengabaikan jeritan para pengunjung yang menyusul sebuah suara tembakan. Melupakan fakta bahwa aku belum membayar kopi dan mengganti cangkir yang kupecahkan itu. Ah, siapa pula yang masih peduli kalau ada tembakan pistol dari dalam kafe?

"Kejar, bodoh!" Lamat-lamat aku mendengar umpatan salah satu dari mereka.

Jemariku meraba bagian dalam jaket kukenakan ini. Pistol. Dan rasanya pistol ini penuh dengan peluru. Aku menyeringai.

Ini akan seru. Akan kutunjukkan sebuah pertahanan diri agar aku tidak benar-benar menjadi santapan kedua psikopat sinting itu. []



*cerita ini juga diposting di sini

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun