Negara Indonesia memiliki Ideologi Pancasila yang dijadikan asas serta memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup di negara Republik Indonesia. Para pendiri negara Indonesia telah meletakkan dasar-dasar bagi negara yang dibentuk. Para pendiri bangsa melaksanakan tugas yang amat berat untuk merumuskan secara arif suatu intisari yang paling hakiki dari keseluruhan pemikiran pendiri negara untuk suatu bangsa. Pandangan hidup bangsa Indonesia tersebut terangkum dalam perumusan sila-sila Pancasila yang kemudian dijadikan falsafah hidup bernegara berdasarkan UUD 1945. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan falsafah bernegara, merupakan sumber hukum dalam arti materiil yang tidak saja menjiwai, tetapi bahkan harus dilaksanakan dan tercermin oleh dan dalam setiap peraturan hukum Indonesia. Oleh karena itu, hukum Indonesia haruslah berkiblat pada nilai-nilai yang tertuang dalam rumusan Pancasila.
Pancasila yang dijadikan asas serta memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup bernegara berdasarkan prinsip “Pancasila sebagai Ideologi Terbuka”. Prinsip ini bermakna bahwa bangsa Indonesia diharuskan mempertajam kesadaran akan nilai-nilai dasarnya yang bersifat abadi, di lain pihak didorong untuk mengembangkan secara kreatif dan dinamis untuk menjawab kebutuhan zaman. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwasannya “Pancasila sebagai Ideologi Terbuka” bahwasannya nilai dasar dari Pancasila tersebut tetap namun penjabarannya dapat dikembangkan secara kreatif dan dinamis sesuai dengan kebutuhan dinamika perkembangan masyarakat Indonesia sendiri. Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia memiliki lima nilai dasar yang tersusun secara sistematis dalam satu kesatuan yang saling mengilhami antar sila-nya. Setiap sila memiliki makna yang mendalam bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa memiliki makna bahwasannya bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sehingga rakyat Indonesia diharuskan memiliki agama dan kepercayaan masing-masing. Sila kemanusiaan yanga adil dan beradab memiliki makna bahwasannya manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki harkat dan martabat yang wajib dihormati oleh sesama manusia tanpa membedakan suku, keturunan, agama, jenis kelamin, kepercayaan dan sebagainya. Oleh karena itu sikap saling mencintai sesama manusia, sikap tenggang rasa, saling menghargai harus dikembangkan diantara manusia. Pada intinya sila kedua ini bermakna menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Sila Persatuan Indonesia menempatkan bahwa manusia Indonesia merupakan satu kesatuan. Kepentingan negara dan bangsa Indonesia berada di atas kepentingan pribadi dan golongan. Persatuan dikembangkan atas dasar Bhineka Tunggal Ika, dengan memajukan pergaulan demi kesatuan dan persatuan Bangsa Indonesia. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan bermakna bahwa seluruh rakyat Indonesia memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama oleh karena itu tidak boleh ada pemaksaan kehendak kepada orang lain. Dalam hal menggunakan haknya, maka harus memperhatikan kepentingan Negara dan kepentingan masyarakat. Musyawarah mufakat merupakan elemen penting dalam rangka pengambilan keputusan. Keputusan harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha esa. Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh rakyat Indonesia bermakna bahwa rakyat Indonesia memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Untuk itu perlu dikembangkan sikap adil terhadap sesama menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta menghormati hak orang lain.
Sebagai falsafah bangsa yang dijadikan pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tentunya harus kita taati dan kita amalkan dalam kehidupan bernegara. Akan tetapi dewasa ini banyak penyimpangan yang dilakukan oleh warga negara terhadap nilai-nilai pancasila. Segala perpecahan dan konflik konflik yang terjadi sungguh tidak mencerminkan jati diri bangsa. Penyimpangan terhadap nilai-nilai pancasila dapat kita contohkan dengan beberapa kasus yang terjadi di Indonesia. Penyimpangan sila pertama, misalnya konflik antar agama yang terjadi di Ambon. Dalam konflik ini, antara agama Katolik dan agama Islam saling menyerang tanpa adanya toleransi sedikitpun. Sila kedua pancasila pada kenyataannya juga telah dilanggar. Kasus Tri Sakti tanggal 12 Mei 1998 merupakan bukti bahwa sila kedua pancasila belum sepenuhnya dipahami dan diamalkan oleh warga Indonesia. Hal lain yang menjadi perhatian kita adalah pnyimpangan sila ketiga tentang persatuan antar warga Negara. Persatuan antar warga negara Indonesia sudah mulai merenggang, hal ini dapat kita lihat dengan munculnya tragedi monas yaitu pertikaian antara FPI dengan AKKBB yang jelas-jelas bertentangan dengan nilai persatuan. Penerapan sila keempat juga tidak dapat sepenuhnya dijalankan misalnya saja dengan perilaku yang ditunjukan oleh para wakil rakyat, yang seharusnya mereka mewakili rakyat dalam menetukan dan mengambil kebijakan, mereka dengan terang-terangan mengabaikan kewajiban mereka contohnya dalam menyelesaikan masalah para wakil rakyat menggunakan kekerasan, seperti tidak mencerminkan bahwa mereka tidak beretika dan tidak berwibawa. Selain itu masalah sila kelima tentang keadilan sosial yang masih berkembang ditengah-tengah masyarakat Indonesia menjadi salah satu indikator bahwa keadilan sosial belum tercapai. Kesenjangan yang tercipta antara kaum elite dengan kaum miskin masih terjadi, yang kaya semakin kaya yang miskin semakin miskin. Selain itu penyimpangan sila kelima juga dapat ditengarai dengan munculnya ketimpangan pendidikan, kesehatan dan juga kemiskinan. Setelah melihat contoh diatas jelas bahwa nilai-nilai pancasila belum sepenuhnya diimplementasikan di dalam kehidupan bernegara.
Dalam pengimplementasian sila-sila pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tentunya ada kendala yang dihadapi oleh berbagai elemen masyarakat. Kendala dari sila pertama dapat berupa pertentangan antar agama yang dilatar belakangi tidak adanya toleransi antar umat beragama, yang pada dasarnya kendala tersebut ada karena individu atau kelompok dalam masyarakat itu sendiri saling mengeksklusifkan kelompok masing-masing. Selain itu banyaknya aliran agama yang bermunculan, yang mana mereka membawa ideologi masing-masing yang tidak sesuai dengan ajaran agama yang diakui di Indonesia. Kendala dari sila kedua sendiri yaitu masih banyaknya kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia. Hal tersebut terjadi karena hukum yang berlaku masih belum merepresentasikan sebagaimana fungsinya. Pengimplementasian sila ketiga masih belum dilaksanakan sepenuhnya, hal ini dikarenakan masih banyaknya daerah di Indonesia yang mau mimisahkan diri dari kesatuan Republik Indonesia. Hal ini bisa dicontohkan dengan munculnya berbagai gerakan di Indonsia seperti gerakan OPM di Papua serta GAM di Aceh. Hal tersebut terjadi karena dari pemerintah sendiri belum bisa mengayomi daerah tersebut seperti daerah lain di Indonesia misalnya Jakarta. Kendala dari sila keempat sendiri nampak jelas dari wakil rakyat yang tidak amanah dalam menjalankan tugasnya. Selain itu masih banyaknya sistem pengambilan keputusan dengan cara voting dan sebagainya. Kendala dari sila kelima sendiri yakni sistem distribusi pendapatan yang tidak merata baik dalam bidang pendidikan, kesehatam maupun bidang kesejahteraan lainnya.
Masalah-masalah tersebut sebenarnya bisa diatasi dengan kembali kepada kelima sila Pancasila. Dengan menghidupkan kembali Pancasila sebagai dasar utama dan jati diri bangsa, yaitu dengan cara mengembangkan pemahaman Pancasila yang transformatif, edukatif, dan berwawasan melalui pendidikan dan pembudayaan. Sebab, tanpa memasyarakatkan Pancasila bangsa Indonesia sudah dipastikan akan runtuh dan segala problematika tidak akan kunjung selesai.
Internalisasi Keyakinan atau Pembudayaan terhadap Pancasila. Proses pemahaman Pancasila, perlu dilakukan sedemikian rupa, sampai pada tingkat dimana bukan hanyasekedar paham, namun juga tumbuhnya keyakinan pada warga negara bahwa Pancasila adalah falsafah dan nilai-dasar bangsa yang sesuai untuk bangsa Indonesia, mampu acuan arah dan pendorong pembagunan Nasional dan mampu menjadi penguat persatuan kebangsaan.
Kualitas internalisasi pada individu, diharapkan dimulai dari penerimaan atas ideologi Pancasila, kemampuan pengendalian diri, sampai pada kondisi, dimana tumbuhnya motivasi kuat untuk mengamalkannya. Tingkat keyakinan tersebut juga diharapkan dapat membangun kekuatan internal individu, sehingga individu yang bersangkutan mampu melakukan seleksi dengan benar atas pengaruh dari luar, mengambil pengaruh positif dan menolak pengaruh negatif.
Merumuskan Kebijaksanaan Pemerintah tentang implementasi Pancasila, dapat dilakukan dengan meningkatkan wawasan kebangsaan untuk mengatasi permasalahan bangsa. Yaitu dengan menggerakan lembaga, instansi dan ORMAS/ORPOL dalam upaya memasyarakatkan dan menanamkan ideologi Pancasila di masyarakat. Sehingga dalam merumuskan implementasi pancasila diperlukan kebijakan dari instansi yang berwenang, agar dapat mendorong upaya sosialisasi Pancasila di bidang pendidikan dan gerakan untuk menyadarkan masyarakat tentang pentingnya ideologi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa serta bernegara.
Meningkatkan keteladanan pemimpin dalam implementasi Pancasila, terutama para pemimpin yang sekaligus sebagai penyelenggara negara, akan berdampak positif pada upaya untuk mengurangi KKN. Hanya pemimpin yang bermoral dan etika yang tinggi, yang mampu tampil sebagai teladan. Oleh karenaya, perlu upaya penanaman dan pengembangan etika dan moral bagi pelajar, pemuda dan mahasiswa sebagai kader kepemimpinan nasional dimasa depan. Disisi lain, keteladanan hanya dapat berkembang dengan baik, bila para elit bangsa, memmpunyai kemauan yang keras dan tinggi untuk mengembangkan etika dan moralnnya. Etika dan moral yang dikembangkan oleh bangsa Indonesia adalah implementasi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Hal ini dapat dilakukan dengan menanamkan dan megnimplementasikan sila-sila pancasila.
Meningkatkan pemahaman masyarakat pada Pancasila untuk untuk memecahkan permasalahan bangsa, sekaligus mendukung kondisi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Peningkatan pemahaman semua Komponen Masyarakat terhadap ideologi Pancasila. Pemahaman merupakan suatu kondisi awal yang sangat penting agar tiap warga negara mampu mengamalkan Pancasila dengan benar. Tanpa pemahaman yang benar, maka proses berpikir, ucapan dan tindakan tiap warga yang berkaitan dengan kepentingan pembangunan dapat menjadi salah arah, bahkan dapat mengganggu pembangunan Nasional yang pada akhirnya akan memperlemah persatruan dan kesatuan bangsa. Kualitas pemahaman individu para penyelenggara negara terhadap pancasila diharapkan akan semakin tinggi, dengan meningkatnya tugas dan tanggung jawab yang bersangkutan dalam kegiatan kenegaraan. Pemahaman tersebut diharapkan dapat terus meningkat dan dapat dijaga kondisi pemahamannya.
Dengan dipaparkannya berbagai masalah yang terkait dengan pengimplementasian pancasila serta solusi untuk mengatasi berbagai masalah tersebut, tentunya membuat kita semua semakin sadar bahwasannya Pancasila memiliki posisi sentral dalam kehiduan berbangsa dan bernegara.