"Vid, kok kayaknya ada yang neror aku ya."
David melihat surat beramplop hitam tertumpuk di depan mejaku. Tak ada makanan dan minuman. Hanya ada surat-surat yang menyeramkan itu, aku tidak takut. Hanya sedikit khawatir karena hal ini jarang terjadi padaku, aku membenci hal seperti ini. dibuat penasaran karena tak ada nama pengirim hanya ada sebuah kalimat di dalamnya..
Ikutlah, keinginanmu adalah suatu penghargaan semesta..
"Kamu kenal sama yang ngirim suratnya Nda?" Alis kanan David sedikit terangkat, matanya terlihat curiga.
"Menurut kamu? Kalau aku tahu siapa pengirim surat ini, aku nggak perlu repot-repot laporan sama kamu. Aku cerita sama kamu karena diary ada di dalam tasmu."
"Semua surat nggak ada keterangan nama pengirimnya. Kayaknya ada yang mau jailin kamu. Mulai hari ini kamu pagi aku jemput dan pulang aku anter. Gak boleh nolak karena keselamatan kamu jadi taruhannya. Tapi kalau semuanya udah ketauan, aku gak akan ngelakuin rutinitas itu lagi."
"Rutinitas yang mana?" kataku bertanya polos sambil merapikan surat menggantinya menjadi mie goreng pedas.
"Jemput sama nganterin kamu pulanglah, Nda."
"Kenapa?"
"Aku rasa kamu udah gede, bukannya kamu mau mandiri. Cewek mandiri itu nggak boleh dianter jemput."
"Dih, kata siapa?"
"Kata aku barusan. Udah selesai istirahatnya, aku mau ke atas dulu ada yang harus aku kerjain. Inget, nanti jangan pulang dulu, aku pulang 15 menit agak telat dan kamu harus nunggu aku."
David meninggalkanku sendirian di kantin. Kenapa responnya hanya seperti itu? Aku tidak mempedulikan apa yang dikatakan oleh david, hari ini aku malah sudah izin pulang 1 jam lebih cepat. Jam 5 sore aku sudah harus sampai di rumah sakit. Bayak, kakak angkatku terserang typus dan hari ini giliran aku menjaga Bayak.
Sengaja aku tidak ingin cerita ke David tentang rencanaku hari ini. Bayak mantan David, sebuah masa lalu kelam telah mereka lewati. David sudah menceritakan semuanya, cerita lama memang tapi masih membekas karena cintanya terlalu besar.