Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan Pilihan

Celoteh Anak

18 Oktober 2014   07:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:35 51 0
Sudah lebih dari sepuluh tahun aku berkecimpung di dunia pendidikan anak, mulai dari menjadi teacher di sebuah taman kanak-kanak, menjadi miss di sebuah kelompok bermain, sampe menjadi guru les mata pelajaran dan ketrampilan. Gak usah ditanya deh dimana serunya, karena menurutku bekerja eh bermain dengan anak-anak itu selalu seru dan penuh keajaiban setiap harinya. Bagi yang berkecimpung di dunia yang sama denganku pasti setuju denganku hehehe...

Kali ini aku pengen curhat tentang bermacam perasaan yang muncul ketika murid-muridku bercerita. Perasaan geli yang tertahan ketika mereka bercerita dengan kalimat sederhana yang masih sepotong-sepotong tentang dirinya, orang tua ato anggota keluarganya yang lain. Misalnya seperti cerita salah seorang murid istimewaku hari ini. Dia bercerita kalau manuk (=burung) bapaknya sakit. Haaahh!!! Ooopss...positive thinking dulu deh, pikirku. Mungkin yang dimaksud manuk itu burung peliharaan bapaknya...eh tapi kok si bocah ini ketawanya penuh makna??? Dan ada penekanan dengan kata “manuk”?? Aahhh...sudahlah...

Ada juga perasaan sedih ketika ada satu cerita begini :”Miss, papaku jahat. Papa marah-marah sama mama. Mama dipukulin sama papa terus mama nangis. Aku gak mau sama papaku, Miss”. Tercekat. Lalu kucoba mengalihkan ceritanya agar murid-murid yang lain tidak “terpengaruh” dengan cerita si bocah laki-laki ini. Sedikit kepo, aku mencoba memastikan ceritanya dengan sedikit memberi pertanyaan. Entah mungkin dia ingin “curhat” ato bagaimana, cerita itu diulang lagi keesokan harinya dan mendapat bermacam respon dari teman-temannya. Ada yang merespon iba, ada respon gak nyambung, ada juga yang merespon dengan cerita yang hampir mirip. Perih...

Cerita perih lain muncul dari seorang anak perempuan berusia sekitar 5 tahunan. Dia sering bercerita tentang “ketidakrukunan” antara mama dan neneknya dan bagaimana ramenya ketika sang mama inginnya begini sedangkan sang nenek maunya begitu. Si bocah yang gak tau apa-apa ini pada akhirnya berada dalam kondisi yang serba membingungkan, tiba-tiba harus “mengikuti” mamanya, sebentar kemudian harus “mengikuti” neneknya. Ketika sedang bersama mamanya, dia memberi penilaian jika neneknya itu begini. Pun saat bersama sang nenek, dia memberi penilaian jika mamanya begitu. Cukup mengerikan kalo menurutku ketika anak jadi terkondisi untuk memberikan pendapat (negatif) agar dia mendapatkan perhatian seperti yang dia mau.

Dan speechless itu ketika ada seorang murid yang bercerita dengan ringannya tentang perkelahian antara papa-mamanya yang cukup sering terjadi. Dari pertengkaran mulut sampe merambat ke adu fisik. Dengan kalimat sederhana dia bisa menggambarkan detil pertengkaran kedua orang tua yang seharusnya memberi contoh yang baik bagi dirinya. Dan yang paling mencengangkan kami saat itu, entah paham ato tidak si anak ini pernah memperagakan adegan dewasa terhadap temannya. Kamipun mencari cara untuk mengalihkan “kegiatan tak pantasnya” dan mencoba sharing ke mamanya agar si anak ini tak lagi mendapatkan contoh perilaku yang kurang baik.

Percayalah, masih banyak celotehan seru mereka yang bercerita tentang lingkungan di sekitar mereka, secara ruang lingkup merekapun belum begitu luas, masih seputar rumah-sekolah. Sebagai seorang guru, aku senang dan selalu berharap murid-muridku mau bercerita apa saja karena selain menambah kosakatanya mereka jadi belajar untuk lebih peka dengan lingkungan sekitar, belajar tentang yang baik ato kurang baik. Dengan bercerita mereka pun belajar mengemukakan pendapatnya.

Bukan ingin membuka aib para orang tua murid di sekolahku, aku hanya ingin sharing bahwa ANAK-ANAK ADALAH PENIRU YANG ULUNG dan berharap para orang tua lebih berhati-hati dalam berperilaku atau berbicara terlebih saat ada aak-anak di sekitar mereka.

#17102014
#23.59

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun