Mohon tunggu...
KOMENTAR
Catatan

Jangan Heran dengan Kompasianer Labil

21 April 2012   09:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:19 217 3
Ekspresi manusia dalam menerima, membaca dan menalar apa yang ditangkapnya kadang terasa begitu berlebihan, sehingga menjadikan itu sebagai tantangan hebat yang harus dilawannya. Bukankah pertentangan atas satu hal, apapun itu, sebenarnya kerap menjadi awal dari sebuah permusuhan. Karenanya sulit bagi kita untuk bersikap objektif dalam segala hal.

Jangan pernah heran dengan manusia yang kerap mengadu domba (Baca: Namimah). Wartawan, Blogger dll dari pelbagai media, baik tulis maupun elektronik kerap menjadi pelaku kerancuan ini. Tulisan dan berita-berita mereka sangat mudah sekali diakses oleh semua manusia dimanapun mereka berada. Ghiba, Namimah, Fitnah apapun namanya adalah teman karib para penganut faham Bad News is Good News. Semakin kita mengekspose keburukan seseorang, maka semakin banyak dicari semua berita terkait keburukan itu, entah kebaikan apa yang mereka cari dari ini semua!.

Jangan pernah heran dengan Kekafiran dan Keimanan yang silih berganti disetiap waktu. Jangan salahkan tayangan televisi dibulan Ramadhan yang kerap menampilkan artis dengan gaya religiusnya. Keimanan dan kekafiran sesaat telah diprediksikan sang Rasul berabad-abad silam, bahkan beliau lebih merinci masalah ini hingga : banyak kaum yang ketika waktu pagi adalah seorang muslim dan sorenya menjadi telah Kafir . –hadis

Jangan pernah heran dengan dengan ustadz-ustadz mimbar yang kharismatik dan memiliki berpuluh-puluh ribu, bahkan jutaan umat yang sangat fanatik kepadanya, akan tetapi semua akan musnah begitu saja dalam sekejap hanya karena sebuah adat atau permainan reputasi. Bukankah dalam ayat-ayat Alquran dijelaskan bahwa : Dialah maha pemberi dan pencabut “kerajaan” dari siapapun yang IA mau!.

Jangan pernah heran dengan sikap seorang Sayyed EP. Hakikat Kelabilan begitu mudah terbolak-balikkan begitu saja. Tulisan dan jawaban literalis hanya menjadikan dia merasa pede hungga menjadikan nalar sempitnyha sebagai berhala yang tak henti-hentinya disembah. Seolah semua yang ada dalam fikirannya adalah referensi final, hingga menafikan bantahan-bantahan yang kerap bersebrangan dengan maunya. – sulit (baca: buta) mencari aib dalam dirinya!

Kehidupan adalah subjektifitas- Bersosial adalah objektifitas – dunia dan isinya hanyalah fasilitas titipan yang kelak kita pintai pertanggung jawabannya
21 – 04 -2012.. G, Unit Dorm.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun