Seorang Penulis, Haruslah Seorang Pembaca
Karena membca merupakan sumber pengetahuan, maka perintah membaca bagi setiap orang sangat diajurkan. Dengan banyak membaca manusia akan mampu menguasai sejumlah ilmu pengetahuan, yang dapat dijadikan pijakan dalam kehidupannya. Orang-orang yang cerdas di belahan bumi ini dan akhirnya menjadi terkenal, karena mereka mampu membaca teks dan membaca keadaan alam sekitarnya. Aktivitas membaca sama halnya mengolah pikiran. Setiap objek pesan dan perinstiwa tertangkap lewat indranya, selalu ditangkap oleh memori otak (pikiran). Hanya orang-orang yang mempunyai pikiran cerdas saja yang mampu membaca. Sementara orang-orang bodoh, rata-rata kemampuan membacanya rendah, sehingga mereka yang bodoh tidak pernah memperoleh ilmu pengetahuan, dan jarang yang dapat menguasai dunia. Orang-orang yang malas membaca, posisi kehidupannya berada pada lapis pinggir dan berada pada akar rumput yang terinjak-injak terus.
Dunia tulis menulis sangat erat kaitannya dengan aktivitas membaca. Aktivitas menulis dan membaca merupakan suatu kegiatan timbal balik, terjadi hukum kausalitas. Hasil tulisan sang penulis, akan dibaca oleh pembaca. Pembaca-pembaca ulung akan menuliskan kembali dalam tesa-tesa baru dalam bentuk tulisan, dan tulisan tersebut dibaca lagi oleh pembaca-pembaca lain, begitu seterusnya. Oleh karena itu, seorang penulis haruslah seorang pembaca. Ini merupakan syarat mutlak untuk menajdi seorang penulis.
Sebagai seorang guru, yang mulai berminat dan menginginkan menekuni profesi menulis, secara materi keilmuan sebenarnya sudah mempunyai modal. Karena membaca materi pelajaran yang akan disampaikan kepada peserta didiknya sudah menjadi kegiatan rutin. Membaca tulisan dalam bentuk buku teks, merupakan salah satu dari sekian aktivitas membaca. Guru, memang seharusnya mampu membaca teks tulisan kalimat, kata dan huruf, namun selain itu juga sangat penting untuk mampu membaca pemahaman alam sekitarnya. Bagi pembaca yang baik, setiap saat sering mempertanyakan, misalnya pertanyaan-pertanyaan seperti ini; Peristiwa apa yang terjadi pada saat ini? Mengapa itu dapat terjadi? Peristiwa yang muncul tersebut akan berakibat apa?, Kalau keadaan begini terus akan terjadi gangguan apa? Bagaimana untuk mengatasi keadaan tersebut sehingga tidak berkepanjangan? Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya selalu bermunculan. Tentang sikap pemahaman membaca seperti ini, guru-guru di Indonesia masih kurang cerdas dalam membaca keadaan yang terjadi.
Membaca teks bacaan bentuk materi ajar saja merupakan kegiatan rutin, yang dibaca pun hanyalah seputar meteri bidang studinya, sementara membaca materi pelajaran lain hampir-hampir tidak pernah dilakukan. Hal ini juga merupakan kelemahan kita sebgai guru. Agaknya memang dapat disadari betul, karena aktifitas membaca membutuhkan konsentrasi penuh dan diperlukan daya pikir, semangat yang kuat. Sementara kita sebagai guru banyak disibukkan oleh pekerjaan sampingan bentuk-bentuk kegiatan sosial yang sangat melelahkan. Sehingga berakibat, membaca hampir hampir tidak pernah ada waktu, apalagi sampai menulis gagasan atau ide-ide baru dalam bidang pekerjaannya, malah tidak pernah tersentuh.
Upaya Merubah Pola Hidup
Perlu diingat, sebesar apa pun keinginan kita untuk menjadi seorang penulis, yakinlah itu tidak akan pernah berhasil, manakala kita tidak suka membaca. Karena apa? Membaca adalah proses dari kepenulisan itu sendiri. Dan mustahil seseorang mampu menciptakan sebuah karya, tanpa terlebih dahulu ia berkenalan dengan karya-karya lain. Karena apa yang kita tulis sesungguhnya adalah apa yang kita baca. Mulai dari membaca buku-buku ilmiah, karangan fiksi, hingga berita-berita aktual yang ada di media massa.
Hanya saja, untuk menjadi seorang penulis yang baik, membaca saja terkadang tidak mencukupi. Terkecuali ketika kita melakukannya dengan teknik atau seni yang baik. Membaca dengan teknik atau seni bukanlah membaca secara membabi buta. Segala dokumen tertilus yang ditemukan kita baca. Membaca dengan teknik adalah cara-cara tertentu yang dilakukan sehingga proses membaca tersebut memiliki dampak efektif. Sayangnya, hal ini kerap diabaikan oleh banyak kalangan sehingga meski telah menekuri berbagai berkas, kepenulisan kita tetap saja tidak banyak berkembang.
Lantas, kalau sudah demikian ini, apakah kita tidak mempunyai keinginan untuk merubah pola hidup yang kreatif? Apakah kita, walaupun banyak pekerjaan sampingan tidak berkeinginan menjadi penulis? Setidak-tidaknya menulis jurnal keseharian berupa diary, final paper, makalah pada tugas kampus, adalah kesempatan kita untuk mengasah kemampaun dalam menuangkan ide berupa tulisan.
Hariyadi, dalam bacaan (2006:75) membaca merupakan kemampuan yang kompleks. Membaca bukanlah kegiatan memandangi lambang-lambang tertulis semata-mata. Bermacam-macam kemampuan dikerahkan oleh seorang pembaca agar dia mampu memahami materi yang dibacanya. Pembaca berupaya lambang-lambang yang dilihatnya itu menjadi lambang-lambang yang bermakna baginya.
Selanjutnya, dia menyebutkan bahwa membaca merupakan interaksi antara pembaca dan penulis. Interaksi tersebut tidak langsung, namun bersifat komunikatif. Komunikasi antara pembaca dan penulis akan makin baik, jika pembaca mempunyai kemampuan yang lebih baik. Pembaca hanya dapat berkomunikasi dengan karya tulis yang digunakan oleh pengarang sebgai media untuk menyampaikan gagasan, perasaan dan pengalamannya. Dengan demikian, pembaca harus mampu menyusun pengertian-pengertian yang tertuang dalam kalimat-kalimat yang disajikan oleh pengarang sesuai dengan konsep yang terdapat pada diri pembaca.