Katanya, Selat Sunda mengamuk
Seseorang menunggu seseorang
Merak, Bakauheni, dipeluk gigil
Bunyi ombak
Menghempas pinggir pelabuhan
Nun, anak Krakatau di balik kabut
Menggeram, menghitung-hitung
Kapan untuk memuntahkan amarah
Supir-supir truk menunggu cuaca
dengan rokok, beberapa gelas kopi,
dan ketidakpastian
*
Sementara Jakarta selalu direndam
angka-angka
dan orang-orang yang sepi
Banyak perubahan tapi tak mengubah apa-apa
(Seberapa penting gubernur baru?)
Jakarta lebih asyik membaca tubuhnya sendiri:
Macet, banjir, mimpi, mimpi kapan banjir
dan macet cuma hanya dalam mimpi
Dan kisah perantau selalu berulang
Mengirim gambar ke kampung halaman sebagai penakluk
Padahal sedang duduk di bedeng sempit
menghitung nasib yang terpuruk
Lalu lahir banyak puisi
Gugur seperti daun-daun kering
Sebelum sempat berbunga, berputik
Gemetar dengan jalan hidup
Seperti puisi yang sering kautulis
***
Lebakwana, Desember 2024