Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humor Pilihan

Saat Felix Tani Bicara Lubang, Punggung, dan Licentia Poetica

7 Januari 2023   20:41 Diperbarui: 7 Januari 2023   21:49 507 70



Saya terkaget-kaget mendadak Engkong Felix membahas puisi. Ngerti apa Engkong soal puisi? Pernah, sih, dia menulis puisi. Itu pun membawa-bawa nama Jokowi.

Halah, nggak pede banget. Inilah akibat kecanduan media sosial. Tahu sendiri, penggiat medsos hidupnya cuma dua: Kalau nggak cinta buta kepada Jokowi, ya, benci yang membabi buta. Menulis puisi pun di balik punggung Jokowi.

Dan yang membuat saya naik darah, puisi soal Jokowi ini menangguk pembaca sampai lima ribuan. Ini sama saja mengejek para penulis puisi di Kompasiana. Puisi di Kompasiana dapat pembaca seratusan sudah sangat bagus. Perlu 50 puisi agar terbaca sampai 5000.

Ini ngece. Saya tidak terima. Dan yang membuat saya semakin jengkel, berani-beraninya Engkong Felix merisak puisi yang ditulis dua kompasianer cewek, Lilik Fatimah Azzahra dan Ayu Diahastuti. 2 kompasianer yang selalu hadir dalam mimpi-mimpi saya. Eaaa! (Ralat: maksud e, maksud e ... 2 kompasianer idola saya).

Saya membayangkan Lilik dan Ayu tersedu-sedu bersandar di bahu saya (halah, halu),  mengadukan kelakuan Engkong Felix. Saya mengutip Chairil Anwar: "Tak perlu sedu-sedan itu ... aku akan menerjang terjang ...."

Mari kita lihat puisi yang dipermasalahkan Engkong Felix.

Pertama, puisi yang ditulis Ayu Diahastuti, "Puisi Kita Sore Lalu". Kedua, puisi "Lelaki yang Berbahaya", karya Lilik Fatimah Azzahra. Dan yang bikin saya ngakak terguling-guling, adalah Engkong mempersoalkan diksi "punggung" dan "lubang".

Lihat kutipan puisi di bawah ini.

"Kepada burung-burung gereja yang bertengger di punggung kabel listrik." (Puisi Kita Sore Lalu; Ayu Diahastuti).

"Kucari ia di setiap sudut rumah. Di dapur, di lubang sumur, di kolong tempat tidur." (Lelaki yang Berbahaya; Lilik Fatimah Azzahra).

Engkong ngakak, kenapa kabel punya punggung. Sejak kapan kabel punya punggung? Engkong membawa-bawa pelajaran biologi. Segala moluska, avertebrata. Aduh!

Ini puisi, Kong.

Puisi itu menggunakan metafora, perumpamaan, dan segala majas lainnya, agar terbaca indah. Puisi yang ditulis Ayu menggunakan majas personifikasi -- "menghidupkan" benda-benda seolah-olah manusia.

Contoh lagi: angin berbisik, nyiur melambai, tiang listrik berbaris, makanan itu membakar lidah.

Sejak kapan angin punya mulut, nyiur punya tangan, tiang listrik jadi satpam, atau makanan bisa membakar? Kalau ini dipersoalkan, waduh!

Dan "lubang sumur" pada puisi Lilik.

Engkong menulis, bahwa sumur itu sendiri sudah berarti lubang, lubang pada tanah secara vertikal. Jadi ada lubang pada lubang? Engkong mempertanyakan.

Sekali lagi, ini puisi, Kong.

Lilik Fatimah Azzahra menggunakan majas pleonasme. Sudah jelas diperjelas lagi. Seperti halnya frasa-frasa: maju ke muka, mundur ke belakang, masuk ke dalam.

Itu sah-sah saja dalam puisi.

Menulis puisi dengan diksi apa adanya, ia akan terbaca garing, membosankan. Penyair punya "hak kengesokan", apa yang disebut licentia poetica. Dapat bermetafora apa saja. Nah, Engkong mengakui juga soal licentia poetica ini.

Memang ada penyair (bertameng licentia poetica ini) menulis puisi yang aneh-aneh, absurd, nggak jelas, agar bisa disebut nyeniman. Salah satu contohnya puisi-puisi yang ditulis Ayah Tuah.

Tapi, lupakan.

Begitu banyak puisi ditulis di Kompasiana, tapi kenapa puisi dua kompasianer itu yang dirisak? Dan Engkong membawa-bawa nama saya. Saya tahu jawabannya. Kata John Lennon itu namanya, Jealous Guy.

Dan kenapa pula diksi "lubang" dan "punggung" yang disigi. Sepertinya Engkong terintimidasi dengan kedua diksi itu. Saya bertanya-tanya dalam hati.

Akhirnya, eureka!

Ini cerita yang saya dapat. Pada suatu hari Engkong diminta pasangan hidupnya, Bertha (bukan nama sebenarnya), untuk membuat lubang. Tapi baru tiga kali cangkulan Engkong sudah menggelosor loyo. Engkong makin menyumpah-nyumpah, karena obat kuwat kiriman Acek Rudy ternyata sudah kadaluarsa.

Dari sini awal masalah. Bertha yang kecewa pada hari-hari berikutnya hanya memunggungi Engkong. Hanya dapat punggung, Gaes.

Engkong menjadi frustasi, insecure, yang berakibat menimbulkan dendam kesumat kepada saja yang berani mengungkit-ungkit soal lubang dan punggung. Dan Lilik Fatimah Azzahra dan Ayu Diahastuti menjadi korbannya.

Dan, Gaes, dimaafkan sajalah kalau akhir-akhir ini Engkong Felix terobsesi dengan pisang. Dia sudah menulis artikel pisang sampai 6 kali. Agak mencemaskan sebenarnya kalau pisang yang ditulis Engkong sampai posisi 69. Sedih 'kan, Gaes?

Demikianlah ceritanya, Sodara-sodara sebangsa se-Kompasiana. Fix, no debat!

***

Lebakwana, Januari 2023.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun