Mohon tunggu...
KOMENTAR
Healthy

Selamat Datang Era Defensive Medicine

27 November 2013   23:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:36 482 2
dr. Muhammad Welly Dafif

Bismillahirrahmanirrahim

"We're Just trying to do good jobs, not GOD's job.."

surah Al-Mulk ayat 2 :

" (Allah SWT) Yang menjadikan maut dan hidup."

surah Al-Israa ayat 85. Allah SWT berfirman:

"Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: “Ruh itu termasuk urusan Tuhanku dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit."

Sebagai salah seorang manusia, yang memilih jalan sebagai Dokter, sungguh hati dan jiwa ini merasa perih akan hal yang menimpa sejawat dokter yang dipenjara karena meninggalya seorang pasien gawat darurat yang ditanganinya. Pengadilan Negeri Manado, Majelis Kode Etik Kedokteran (MKEK), bahkan sudah menyatakan bahwa tidak ada prosedur (baca: usaha) sejawat Sp.OG yang salah dalam menangani pasien tersebut, walau ternyata pada akhirnya pasien tersebut meninggal dunia akibat emboli (semoga amal ibadahnya diterima disisi Sang Pencipta, amin); (sumber POGI news). Adanya emboli (untuk lebih mudah, baca penjelasan dr. Posma S) pada seseorang tidak dapat diduga, kerena dapat terjadi pada seseorang yang tempak sehat. Emboli baru akan menyebabkan gejala bahkan kematian jika sudah menyumbat pembuluh darah pada organ vital kita, baik itu jantung, otak, ginjal, paru-paru, yang bisa berlangsung dalam hitungan menit hingga jam dimana kapan terlepasnya emboli itu tidak bisa diprediksi.

Sungguh, jika seorang dokter di haruskan menyembuhkan semua pasien, dan tidak boleh ada yang meninggal sehingga dokter bisa di pidana, mungkin Pemerintah perlu membangun Penjara Khusus Dokter karena Saya yakin semua Dokter hanyalah manusia biasa, yang hanya bisa menjanjikan kontrak usaha kepada pasien untuk kesembuhannya dan bukan menjanjikan kontrak hasil kesembuhan(baca:hidup) pada pasien. Dokter dalam menangani sebuah kasus selalu dan harus; karena telah dididik  sejak masa kuliah, pendidikan dokter muda, internship, apalagi sampai pada taraf Residen/program spesialisasi yang dijalaninya (melalui ujian tulis, lisan, praktek, bahkan Uji Kompetensi Dokter Nasional); untuk selalu berpedoman kepada guidline/Standar operasional Prosedural (SOP) dalam menangani penyakit pasiennya. Masyarakat mungkin tidak pernah mengetahui hal ini dan sekarang seakan akan menganggap mayoritas dokter Indonesia dibawah standar (baca:bodoh), dan sekarang dengan  ditambah adanya aksi nasional sehari tanpa dokter, masyarakat menganggap dokter kehilangan nuraninya dengan tidak melayani pasien..

BENARKAH KAMI SUDAH KEHILANGAN NURANI?

Banyaknya kabar berita di media hari ini, yang memberitakan bahwa banyak pasien gawat yang terlantar karena semua dokter mogok, sungguh Saya anggap sebagai pembohongan publik secara kasat mata dan sangat menciderai nurani kami.

Untuk masyarakat ketahui, sebelum melaksanakan aksi ini,Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sejak awal sudah menyerukan agar pelayanan pasien tidak mampu, serta pasien gawat darurat untuk tetap berjalan. Cobalah sempatkan kalian tengok IGD (Instalasi Gawat Darurat), yang tetap komitmen 24 jam dalam melayani pasien di rumah sakit-rumah sakit, sebelum kalian menghakimi Dokter tidak bernurani.

Untuk pasien yang tidak gawat darurat yang membutuhkan dokter, saya yakin kami semua juga merasa dilema karena tidak melayani anda semua, merasa sedih, dan merasa berat. Bagaimanapun dokter juga sama seperti kalian, yang bisa tertawa jika bahagia, menangis jika disakiti, dan merasa takut jika dipenjara. Mudah mudahan aksi seperti ini cukup sekali ini saja untuk selamanya. Kami melakukan ini karena aksi kami sebelumnya yang hanya memprotes, berkirim surat keberatan, memasang pita hitam, hanya dianggap angin lalu oleh pihak yang terkait. Jika terus diam, maka saya pribadi berpendapat dokter akan dizalimi selamanya. Kami berharap pemerintah, legislatif, dan yudikatif merespon apa yang kami suarakan dengan keputusan yang terbaik, dengan menghapuskan adanya kriminalisasi Dokter. amin

APAKAH DOKTER KEBAL HUKUM?

"Primum Non Nocere" : "janganlah berbuat merugikan"....Itulah salah satu AZAZ POKOK dalam dunia kedokteran, yang pasti tertanam dalam setiap sanubari dokter di Indonesia dan diseluruh dunia. Hal ini bahkan sudah sejak kira-kira 2000 SM dicetuskan oleh Hammurabi, sebagai Kode Etik profesi kedokteran.

Setiap dokter dalam semua tindakan yang akan dilakukan/diberikan kepada pasien, harus selalu beniat untuk kebaikan pasien, untuk mengusahakan keselamatan pasien dan kesembuhan pasien. Dokter dilarang melakukan tindakan-tindakan yang merugikan pasien berdasarkan keilmuannya. Saya yakin, semua dokter tidak ada yang mau mencelakakan pasien-pasiennya, termasuk dr. Ayu dan teman se-Tim medisnya. Selama seorang dokter masih memegang teguh azas ini, maka selama itulah dia masih seorang dokter.

Nah, lalu, apakah seorang dokter pantas mendapat perlakuan yang tidak hormat, dikriminalisasikan hingga bahkan harus dipenjara jika ia hanya berniat menolong seseorang? pantaskah menurut anda? wajarkah jika kami, dokter2 meradang? (sekali lagi, MKEK memutuskan bahwa tidak ada kesalahan prosedur pada penanganan pasien dr. Ayu tersebut). Sumpah hipokrates yang di adopsi menjadi "sumpah dokter" Indonesia dengan jelas menyatakan pada point ke-10 "Saya (dokter) akan perlakukan teman sejawat saya seperti saudara sekandung"; jadi pantaskah kami membela saudara kami sendiri? pantaskah seorang saudara bersenang senang saat saudaranya yang lain sedang dalam masalah pelik?? saat keluarga dari sejawat tersebut terlantar ketika Isteri/Suami/ibu/ayahnya dizalimi, padahal mereka juga manusia biasa yang perlu kasihsayang Isteri/Suami/ibu/ayah nya? yang mendambakan saat saat berkumpul bersama dirumahsebagai satu keluarga.

Lalu, apakah dokter kebal hukum? TIDAK!!! dan pasti TIDAK!!.. Selama dokter melanggar sumpah jabatan, melanggar SOP, selama ia melupakan azaz pokok kedokteran, hukumlah ia seadil adilnya. Hukumlah dokter dokter yang merampok, membunuh, menipu, karena pada dasarnya dokter tersebut "bukanlah dokter". Tapi janganlah menghukum dokter, memenjarakan dokter karena ia tidak bisa mencegah kematian pasien, "We're Just trying to do good jobs, not GOD's job.." Kami bukan Tuhan yang bisa menentukan hidup mati seseorang, bahkan kamipun bisa mati, kami juga bisa ketakutan...

JADI, APAKAH (DENGAN ADANYA KASUS INI) DOKTER BOLEH MENOLAK PASIEN GAWAT?

Jika kasus yang menimpa sejawat kami tetap berlaku secara hukum, hal ini akan menjadi awal era dimana setiap dokter harus bersiap masuk penjara karena gagal mencegah kematian. Kasus ini akan menjadi referensi bagi kasus-kasus lain kematian pasien di pengadilan dimana seorang dokter akan masuk penjara jika gagal mencegah kematian walaupun sudah bekerja sesuai SOP. Sekali lagi, pada kasus ini MKEK tidak menemukan adanya kesalahan prosedural.  Dokter2 terutama yang menghadapi kasus-kasus gawat darurat, tentu akan berada dalam keraguan, bahkan ketakutan untuk menangani pasien. Jangan salahkan dokter jika nanti dokter-dokter tidak mau menangani pasien gawat dan bersifat defensive. Kebebasan kami yang menjadi taruhannya. Dokter2 akan memilih untuk menangani pasien2 dengan kasus2 ringan dan cenderung engan menangani kasus2 yang parah. Pelayanan akan terganggu, pasien akan sulit untuk berobat, yang pada akhirnya merugikan dokter dan masyarakat.

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO): "Sehat adalah suatu keadaan yang sempurna baik fisik, mental, dan sosial tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Sehat menurut WHO terdiri dari suatu kesatuan penting dari 4 komponen dasar yang membentuk 'positif health' yaitu; sehat jasmani, mental, spiritual, dan kesejahteraan sosial."

jadi berdasarkan pengertian diatas, jelas bahwa disaat dokter (yang juga seorang manusia) berada dalam kondisi ketakutan mentalnya (misal adanya ancaman pidana, ketakutan tidak dapat mencegah kematian), maka ia dapat dikatakan sebagai orang sakit (pasien). Dan sebagai orang sakit, seorang dokter tidak diwajibkan untuk mengobati orang lain, justru ia berhak untuk mendapatkan pengobatan. Mana ada orang sakit mengobati orang sakit, jika dipaksakan pun dikhawatirkan apapun hasil keputusan sang dokter tersebut akan tidak maksimal karena tidak diambil dalam keadaan yang optimal. Jadi, bolehkah dokter menolak pasien? pada kasus khusus seperti ini, saya pribadi berpendapat boleh.

Jadi, sampai adanya kepastian kasus yang menimpa sejawat kami, mari kita ucapkan bersama-sama:

(SELAMAT DATANG) ERA DEFENSIVE MEDICINE....

nb:

Jangan tuntut kami (dokter) jika tak mampu menjamin kehidupan setiap pasien, jangan lah mengeluh jika kami bersifat defensif, kami juga manusia, anak/isteri kami juga (mayoritas) bukanlah berprofesi sebagai dokter, mereka juga berhak selalu bersama kami...dirumah...bukan dipenjara.......Salam

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun