"Suara apa itu?" tanya istriku, Ghea. Dia dan aku berbaring di kursi malas menghadap balkon belakang lantai dua. Sinar redup dari senja berawan membuat dunia memainkan kisah bayangan melalui jendela yang tak tertutup di sisi barat ruang keluarga. Kami berdua duduk di sisi jendela tinggi di sisi kami, berpelukan seperti dua sendok, melawan dingin dari angin bulan Maret yang berhembus lubang ventilasi. Kemilau keringat yang tersisa baru saja berakhir menambah dingin menembus tulang.
KEMBALI KE ARTIKEL