Jalan tertutup oleh lapisan hantu. Substansi yang tak seperti jala atau debu atom, tetapi lebih dekat dengan pikiran luar kepala--pikiran lama yang dibetot dari tidur nan lelap, diguncang menyebar ke seluruh susunan batu. Tanah bergeser digetar patahan. Di bawah hentakan logam dan angin, ledakan kenangan naik turun. Sebuah tudung menutup jubah. Jam yang retak. Roda sepeda berderak. Arus lalu lintas beku. Udara terkuras oleh bising, diisi kembali hingga penuh ratapan. Darah berhenti di balik kerudung dan mengering, bermimpi merah mengalir lambat dari rambut ikal. Tubuhnya menggigil masuk keluar dari sudut pandang. Mencoba untuk hibernasi dari ingatan. Peristiwa acak muncul padanya. Dia bangun menuju persimpangan jalan tujuh musim dingin, menempatkan posisi di sana, sampai sesuatu mengalihkan kewaspadaannya, dan dia bisa tertidur kembali. Lelah sudah membayangi jalan ini yang anpa garis untuk dipelajari. Hanya bangkitnya kelam malam, selintas menyeberang rel kereta, memainkan drama yang sama, babak terakhir sebelum tirai turun. Penonton di antara penonton tak sudi bertepuk tangan, tak mau pergi, atau berteriak bravo encore.
KEMBALI KE ARTIKEL