Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ruang Kelas

Kesehatan Tentang KB AKDR pada WUS

22 Juli 2024   11:55 Diperbarui: 22 Juli 2024   11:59 29 0

  •      Pertumbuhan penduduk yang tinggi di Indonesia merupakan masalah yang cukup menyita perhatian dan membutuhkan penanganan yang efektif. Menurut Handayani (2020) Semakin tinggi pertumbuhan penduduk semakin besar usaha yang diperlukan untuk mempertahankan tingkat kesejahteraan rakyat. 
  • Menurut pasal 23 UU No. 52 tahun 2009 tentang kependudukan dan pembangunan keluarga menyatakan dengan tegas bahwasanya pemerintah dan pemerintah daerah wajib untuk meningkatkan kualitas serta akses mengenai informasi, pendidikan, konseling dan pelayanan kontrasepsi. 
  • Salah satu bagian dari pelayanan kontrasepsi adalah keluarga berencana. Keluarga berencana adalah usaha untuk mengukur jumlah dan jarak anak yang diinginkan. Agar dapat mencapai hal tersebut, maka dibuatlah beberapa cara atau alternatif untuk mencegah ataupun menunda kehamilan. 
  • Kontrasepsi adalah alat atau obat yang salah satunya adalah upaya untuk mencegah kehamilan atau tidak ingin menambah keturunan (Herawati, 2022). BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) mengupayakan untuk meningkatkan cakupan program keluarga berencana dengan penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP).
  •      Salah satu alat kontrasepsi jangka panjang yaitu Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR), yaitu merupakan metode kontrasepsi jangka panjang yang memiliki efektivitas penggunaan sampai 99,4% dan dapat mencegah kehamilan hingga 5-10 tahun tergantung jenis kontrasepsi yang digunakan oleh pengguna (BKKBN,2014).
  • sangat efektif karena tidak ada efek samping hormonal dengan, tidak memengaruhi kualitas dan volume ASI, dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus (apabila tidak terjadi infeksi), dapat digunakan sampai menopause (1 tahun lebih atau setelah haid terakhir), tidak ada interaksi dengan obat-obatan, Mencegah kehamilan ektopik.
  •      Cakupan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) yaitu IUD masih rendah, disebabkan dari salah satu efek samping berupa nyeri saat awal pemasangan, perubahan siklus haid (umumnya terjadi saat 8 bulan pertama dan akan berkurang selama 3 bulan), menstruasi akan lebih lama dan banyak, perdarahan (spotting) saat menstruasi, (Fitrianingtyas, 2020). Selain itu, keluhan yang banyak dialami oleh akseptor AKDR  adalah timbulnya rasa kurang nyaman yang dikeluhkan oleh suami atau merasa nyeri saat melakukan hubungan seksual. Hal ini dapat terjadi salah satunya dikarenakan terdapat benang menjuntai yang keluar dari porsio, selain itu terkadang juga akan terjadi perdarahan setelah coitus akibat dari gesekan benang pada mulut rahim saat berhubungan seksual (Moghadam A et al, 2016).
  •      Pada tahun 2023 di Jawa Timur  akseptor KB AKDR sebanyak 72,7% mengalami difungsi seksual akibat AKDR (Suryani, 2023). Berdasarkan hal tersebut istri merasa kurang nyaman dan malu untuk mencari solusi karena menganggap hal yang berkaitan dengan masalah seksual merupakan hal tabu dan akan berpengaruh terhadap psikologis istri karena suami mengeluhkan saat berhubungan seksual bahkan istri enggan untuk coitus (Anitasari, 2022).
  •      Pencapaian peserta KB baru terhadap PUS di Indonesia tahun 2015 sebanyak 13,46% akseptor dengan angka efek samping peserta KB yang masih tinggi mencapai 50% berasal dari kontrasepsi suntik (BKKBN, 2016). Akseptor KB dengan semua cara di Indonesia pada tahun 2015 antara lain suntikan 59,57%, pil 20,71%, kondom 1%, MAL 0,11%, Kalender 1,15, MOW 3,23%, MOP 0,27%, IUD 7,30%, Susuk 6,21%, lainnya 0,39% (Susnas, 2015). Akseptor KB di Jawa Timur sampai dengan Februari 2017 sebanyak 5.814.446 akseptor KB aktif, dengan pencapaian tertinggi pada KB suntikan sebesar (37,26%), terendah pertama adalah kondom (1,47%) serta dari kegiatan pelayanan kasus efek samping disebutkan bahwa kasus tertinggi dari peserta KB suntik yaitu sebesar 2.672 kasus (54,8%), berikutnya peserta IUD sebesar 951 kasus (19,5%), sedangkan kasus terendah terdapat pada peserta KB kondom (0,0%) (Ditlap, 2008). Data peserta KB aktif metode IUD 18,55%, suntik 37,89%, pil 30,85%, implan 9,94%, MOW 2,55%, MOP 0,19% (DinKes Jember, 2016). jenis kontrasepsi yang paling banyak digunakan oleh akseptor KB adalah Pil (41,7%), implan (4,7%), kondom (3,8%), dan AKDR (3,8%). Metode kontrasepsi AKDR menjadi jenis kontrasepsi kelima yang paling banyak diminati setelah suntik dan pil, dikarenakan masih banyak ditemukan sasaran KB yang enggan untuk memakai AKDR dengan alasan kenyamanan (DinKes Jember, 2020).
  • Ketidaknyamanan yang dirasakan oleh akseptor IUD akan berkurang seiring dengan berjalannya waktu, jadi semakin lama pemakaian tubuh akan dapat beradaptasi, selain itu pasangan juga lebih aktif untuk kontrol ulang untuk mengantisipasi timbulnya efek samping sehingga dengan seiring berjalannya waktu askeptor rajin kontrol ulang akan merasa lebih nyaman dan dapat dilakukan atau pencegahan untuk mengatasi efek samping adalah dengan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) mengenai alat kontrasepsi bahwa ketidaknyamanan penggunaan AKDR terhadap efek samping adalah pengaruh dari adaptasi pemakaian AKDR, sehingga semakin lama penggunaan KB AKDR akan tidak mempengaruhi ketidaknyamanan seksual dan ini dapat di pertahankan dan tidak mengganggu hubungan seksual suami istri (Anitasari, 2022).
KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun