Pegawai Negeri Sipil (PNS), dalam hal ini para birokrat di jajaran Pemerintah Kabupaten Brebes saat ini tengah berupaya mendekatkan layanan publik kepada warganya, terutama akses masyarakat terhadap layanan kesehatan rujukan, perlu diapresiasi dengan baik. Wakil Bupati Brebes, H. Agung Widyantoro, S.H., M.Si., telah meresmikan Gedung Bangunan Utama I Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bumiayu (13/01/11) beberapa waktu yang lalu. Sebuah proses yang sangat panjang untuk lebih melayani masyarakat. Rencananya RSUD Bumiayu dibangun melalui beberapa tahapan, dimulai pada tahun 2008, dan diharapkan selesai pada tahun 2013.
Latar belakang rencana mewujudkan RSUD Bumiayu sebenarnya lahir dari keprihatinan terhadap masyarakat Brebes selatan terhadap akses layanan umum. Pusat pemerintahan Kabupaten Brebes yang berada di wilayah utara, membuat warga Brebes di wilayah selatan relatif sulit dalam mengakses beberapa kebutuhan dasar. Hampir semua layanan publik terkonsentrasi di pusat pemerintahan yang berada di wilayah utara. Tidak terkecuali untuk pusat pelayanan kesehatan rujukan. RSUD Brebes juga berada di pusat pemerintahan. Tidak mengherankan jika warga Brebes bagian selatan lebih mengenal Rumah Sakit Margono Soekaryo Purwokerto dan RSUD Majenang.
Kebutuhan akan layanan kesehatan di Bumiayu dan sekitarnya sangat tinggi. Tidak mengherankan jika beberapa rumah sakit atau klinik swasta berdiri, menangkap kebutuhan warga dalam mencari layanan kesehatan. Berdirinya RSUD Bumiayu dalam waktu dekat ini tentu saja menambah maraknya layanan publik ini, yang diharapkan akan menciptakan iklim kompetitif, berlomba-lomba memberikan layanan kesehatan rujukan yang terbaik bagi masyarakat sekitar.
Membangun rumah sakit bukan perkara yang mudah. Tidak segampang membalikkan telapak tangan. Perlu perencanaan yang matang, seperti yang diatur melalui Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Pasal 1 undang-undang tersebut menyatakan bahwa, "Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat." Proyek bergengsi ini diperkirakan akan menelan biaya tidak kurang dari 70 milyar untuk bangunan, peralatan operasional, dan sumber daya manusia.
Rekruitmen tenaga kesehatan menjadi masalah yang tidak bisa disepelekan begitu saja. Cikal bakal RSUD Bumiayu adalah Puskesmas Perawatan Bumiayu, sehingga tenaga kesehatan yang tersedia belum dapat memenuhi kebutuhan. Penambahan tenaga kesehatan tidak terelakkan. Sementara beberapa profesi kesehatan yang menjadi daya tarik sebuah rumah sakit, seperti dokter spesialis sangat sulit dicari. Paling tidak RSUD Bumiayu yang kelak menyandang status rumah sakit tipe D, keberadaan dokter spesialis penyakit dalam dan dokter spesialis anak harus segera dipenuhi. Kalau tidak, masyarakat akan menilai apa bedanya dengan Puskesmas Perawatan Bumiayu?
Persoalan lainnya yang tidak dapat ditunda adalah terkait isu lingkungan. Beberapa waktu yang lalu sebuah klinik layanan kesehatan swasta di Bumiayu dipertanyakan oleh masyarakat mengenai pengelolaan limbah klinik tersebut. Hal serupa jangan sampai menimpa RSUD Bumiayu, yang jelas-jelas milik pemkab, sehingga harus memberi contoh yang baik. Pencemaran limbah rumah sakit atau klinik sepatutnya tidak boleh terjadi, apalagi sampai mencemari air tanah (baca: sumur) masyarakat sekitar. Kita tahu bahwa limbah rumah sakit atau klinik sangat infeksius (banyak mengandung jasad renik yang patogen) dan banyak mengandung bahan-bahan kimia, sehingga jika dibuang langsung ke badan air, tanpa melalui proses pengolahan yang benar sangat mengganggu kesehatan masyarakat dan daya dukung lingkungan sekitar. Telah diatur dengan tegas melalui Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, bahwa prasarana rumah sakit yang harus dipenuhi di antaranya instalasi pengelolaan limbah (pasal 11).
Terakhir, masalah leadership RSUD Bumiayu. Penentuan calon direktur menjadi masalah yang sangat krusial. Dikotomi antara "Brebes Utara" dan "Brebes Selatan" tak pelak lagi merupakan komoditas politik yang tidak bisa diabaikan begitu saja dan akan mewarnai perjalanan RSUD Bumiayu ke depan. Perlu dipertimbangkan matang-matang, sehingga kehadiran Rumah Sakit Bumiayu diharapkan mampu menjadi perekat "keutuhan Brebes." Bukan justru sebaliknya.
Dibutuhkan kepemimpinan yang visioner, inovatif, sekaligus pekerja keras, mengingat RSUD Bumiayu masih merupakan embrio, sehingga perlu terobosan-terobosan yang brilian untuk menarik minat masyarakat berkunjung ke RSUD Bumiayu. Di samping itu mampu melakukan kerjasama yang saling menguntungkan dan memperkuat jejaring di antara rumah sakit dan klinik swasta yang telah diakui masyarakat. Hadirnya RSUD Bumiayu akan memberikan pesan yang kuat bagi pemkab Brebes, bahwa tidak ada lagi masyarakat Brebes yang terpinggirkan dalam memperoleh layanan publik.