Mohon tunggu...
KOMENTAR
Money

Apakah yang Memakai Kata Islam atau Syariah, Harus Mahal???

1 April 2010   20:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:03 362 0
Mmm, hal ini celetuk salah seorang redaksi tabloid ibadah-tabloid yang bekerjasama dengan pusat komunikasi ekonomi syariah. "Wah sama Pak, dulu Saya juga menganggapnya seperti itu," jawab penulis sambil tersenyum.

Bila diperhatikan memang sepertinya mahal, coba tengok, SDIT (sekolah dasar islam terpadu), biayanya konon lebih mahal dari SD Negeri (menurut cerita teman-perbulan bisa 350 ribu untuk bayarannya). Ternyata sekolah murah berkualitas dan pelayanan yang berkualitas merupakan dambaan kita semua.

Istilah no pain no gain mungkin bisa dipakai untuk kasus ini. Selain itu sang redaktur juga menyinggung masalah pembiayaan pada bank syariah yang lebih mahal daripada bank konvensional. Eh, pas ditanya, "jenengan sudah punya tabungan bank syariah belum" kata saya. "Belum mas," ujar redaktur sembari tersenyum malu.

Saya rasa semua masyarakat menginginkan semua lembaga pelayanan yang memakai kata Islam atau Syariah, ikut juga membuat program terjangkau bagi mereka. SDIT diharapkan biayanya tidak melangit dengan tidak mengorbankan kualitas pembelajaran yang diberikan ke murid. Bank syariah diharapkan dapat membantu masyarakat yang pas-pasan memiliki rumah idaman dengan KPR Syariah, kenapa tidak???

PASTI BISA. Ini bisa dilakukan oleh lembaga-lembaga tersebut. Asal ada kemauan dan tidak demi kepentingan bisnis semata--walaupun berbisnis juga tidak dilarang dalam Islam.

Efisien dan Margin Tipis

Hal ini yang masih teringat dibenak penulis saat berkeluh kesah kepada Bapak Karnaen mantan Direktur IDB untuk Indonesia dan salah satu pendiri Bank Muamalat. "Bisa kok bank syariah lebih kompetitif dan bersaing," ujar Karnaen pada penulis.

Intinya ialah efisiensi dan ambil margin secukupnya tetapi dengan turn over yang cepat, margin tipis tetapi pembiayaan banyak. Daripada margin banyak tetapi pembiayaan sedikit. Hal ini dianalogikan dengan untung 100 rupiah tetapi transaksi pembiayaaan 1 juta transaksi maka dihasilkan 100 juta rupiah keuntungan, daripada untung 1 juta tetapi transaksi cuma 50 transaksi.

"Itu salah satu jalan untuk kompetitif, demi maslahah" ujar beliau.

Tapi kita juga tidak bisa memungkiri bahwa bank syariah memang masih kecil dan masih dalam tahap pengembangan. Banyak faktor yang harus diselesaikan agar bisa bersaing dengan raksasa perbankan konvensional yang banyak mendapat kemudahan dari regulator.

Saya sering bercanda dengan istri, nanti bila diakhirat, saat ditimbang amal kebaikan kita, kemungkinan pegawai Bank dan regulasi moneter kemungkinan akan masuk neraka. "Kok bisa??," ujar istri.

"Nah itu, suku bunga dipantengin tinggi, bank konvensional bisa dengan mudah menaruh di SBI, nasabah yang banyak uang cukup taruh uang di Bank, dapat bunga, cukup bisa nyaman 7 turunan. Bisa pindah-pindah lagi, tergantung siapa yang menawarkan lebih tinggi. Selain itu, tidak ada sangsi bagi pihak bank yang tidak menuruti regulator dalam penentuan suku bunga di masing-masing bank. Bagi yang ingin berusaha, pinjam uang menjadi mahal--margin pembiayaaan yang besar melebihi keuntungan dari usahanya. Harga barang yang dihasilkan pun otomatis mengikuti--JADI MAHAL." jawab penulis sambil tersenyum.

Sudahlah--capek bila melihat hal-hal tidak wajar,tulisan ini malah jadi ngelantur kemana-mana, semoga Allah senantiasa memberikan hidayah kepada kita untuk tetap istiqomah di jalanNya.

Saat ini mulai dari hal kecil, mulai menabung dan bertransaksi dengan bank syariah, lembaga-lembaga Islam, perbesar pendapatan kita dengan wirausaha dll, jangan lupa kewajiban Zakat dan menyalurkan infak, sedekah serta wakaf. Intinya, harta harus mengalir, jangan mengendap.

Wassalam

Adji Waluyo P

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun