Path: p
Selagi beberapa top leaders-nya bertugas mengawal pemerintahan, kader-kader di grass root tak hanya diam saja menanti Pemilu berikutnya; mereka aktif terjun ke masyarakat, berdakwah, mengajar ngaji, memberi bantuan sosial, memotivasi siswa-siswi SMA agar tak salah jalan, dan seterusnya. Ada atau tidak ada kursi dewan atau menteri bagi mereka sama saja, karena itu semua bukan tujuan akhir mereka. Menjadi anggota dewan atau menteri hanyalah satu alat untuk berdakwah; ingat, definisi dakwah itu amat luas. Ia tidak hanya berkaitan dengan mengajar baca-tulis Al-Qur'an, tetapi juga menyebarkan nilai-nilai kebaikan kepada sekitarnya.
Jadi, tujuan utama PKS itu sama seperti organisasi kemasyarakatan berbasis Islam lainnya: mencari ridho Allah SWT. Jika Nahdlatul Ulama melalui cara mengajarkan dzikir dan shalawat yang intensif (misalnya di Kota Malang terdapat beberapa majelis shalawat yang setidaknya memiliki 25.000 jamaah setiap minggunya), Muhammadiyah berjihad lewat dunia pendidikan (terbukti dengan berdirinya ribuan sekolah dan kampus Muhammadiyah), maka PKS berjihad lewat dunia politik.
Jadi (lagi), kalau sekarang ada gonjang-ganjing PKS akan ditendang dari koalisi, dikatain munafik, atau terancam menterinya dipecat, itu tidak masalah bagi PKS. Yang paling penting sekarang adalah PKS menyuarakan keberatan rakyat akan naiknya harga BBM. Bila itu dianggap menyalahi aturan koalisi, dan harus siap-siap out dari koalisi, saya pikir itu tidak akan jadi masalah buat PKS. Kader-kader mereka di bawah itu tidak takut oleh kehilangan harta atau jabatan (sebagaimana tersebut dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah), tetapi mereka lebih takut akan ancaman siksa kubur dan neraka dari Allah SWT bila tidak amanah mewakili suara rakyat.
Jadi (lagi-lagi), berada di dalam atau di luar koalisi, bagi PKS tidak masalah: mereka tetap bisa berdakwah di mana saja dan kapan saja, tidak terikat oleh jabatan. Hanya saja, mungkin cukup disayangkan bahwa mereka akan kehilangan lahan dakwah besar di pemerintahan utama. Tapi, sekali lagi, saya rasa itu bukan masalah bagi mereka.
Saya bukan kader PKS. Seseorang bisa dicari tahu apakah ia kader atau bukan dari kelompok ngaji (namanya: halaqoh) yang wajib diikuti oleh semua kader setiap minggu. Dan saya tak pernah menghadiri kegiatan itu. Saya hanyalah warga biasa yang sehari-harinya bergaul dengan kader-kader PKS di bawah. Tak jarang pertanyaan-pertanyaan kritis saya lontarkan, dan jawaban mereka adalah apa yang saya tulis di atas.
Mudah-mudahan tulisan ini bisa menjadi penyeimbang berita-berita di media, karena saya ingin rakyat Indonesia seluruhnya berpikir dari both sides of the story, bukan hanya satu sisi.
Wassalamu'alaikum, dan Salam Satu Jiwa!