Awalnya saya sempatkan browsing bagaimana gambaran Candi Belahan. Cukup menarik dan lumayan tambah penasaran. Akhirnya, langsung meluncur naik motor bersama suami dan anak. Padahal suami juga nggak pernah kesana. Dari Sempat nyasar ke tempat penambangan pasir yang luas. Wah, terpaksa harus balik lagi dan ambil jalur belok kiri. Karena nggak ada petunjuk jalan sama sekali. Saya jadi sedikit menggerutu. "Gimana kalau ada turis atau wisatawan luar kota yang mau mampir ke tempat bersejarah ini?" . Saya hanya bisa menarik nafas panjang.
Lupakan jalan paving yang nggak rata, tapi setelah meluncur terus, ada pemandangan lereng Gunung Penanggunagan yang indah banget. Sawah ladang dan hutan yang terhampar luas di sana. Â Dan taraaa! Ketemu juga Candi Belahan yang bikin penasaran. Setelah turun dari motor, saya celingukan. Tak ada seorangpun disana! Juga tak ada penjaga loket! Jadi kami masuk gratis. Setelah itu ada nenek-nenek yang membawa botol-botol kosong yang bermaksud untuk mengambil air dari pancuran patung (Dewi Laksmi dan Dewi Sri). Saya bertanya tentang kondisi lokasi yang sepi. Ternyata jawabannya, hanya hari Minggu yang suasananya ramai dan penuh. Saya mengangguk maklum. Saya juga tidak kaget ada beberapa sesajen (bunga-bunga) di tengah-tengan patung. Karena ini hari Kamis.
Setelah mengamati kondisi sekitar Candi, saya sangat kecewa. Ada yang tidak sama dengan gambaran yang ada di internet. Foto-foto yang saya lihat saat browsing, ada taman bunga kecil di depan pemandian (kolam). Tapi sekarang nggak ada lagi taman itu. Jadi kelihatan kering dan berdebu. Ya sudahlah, saya langsung foto-foto saja. Merasakan segarnya air yang mengalir. Melihat beberapa orang kampung sekitar lereng gunung yang mengambil air untuk kebutuhan minum sehari-hari. Juga ada orang mandi di kolam!