Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Alam & Tekno

Analisis pencemaran udara akibat pembakaran hutan secara ilegal terhadap kesehatan masyarakat di provinsi riau

23 Desember 2023   23:35 Diperbarui: 23 Desember 2023   23:43 139 0
ABSTRAK

Riau merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang sering mengalami kebakaran hutan dan lahan. Kebakaran hutan dan lahan menimbulkan kerugian dan kerusakan lingkungan, ekonomi, dan sosial yang sangat besar bahkan menyebabkan terganggunya hubungan politik antar negara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor biofisik, sosial ekonomi, dan kebijakan dalam mempengaruhi terjadinya kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau Berdasarkan penelitian diketahui terdapat hubungan antara variabel kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau terhadap jarak. Dari 15 variabel yaitu lahan gambut, sungai, jalan, tutupan hutan, tutupan hutan tanaman, perkebunan, pemukiman (lahan terbangun), lahan kering, Izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu, konsesi perkebunan, kawasan penggunaan lain, kawasan hutan lindung, hutan produksi, konversi hutan produksi dan hutan produksi terbatas.
Kata Kunci : Kebakaran Hutan dan Lahan, Riau

PENDAHULUAN

Kebakaran hutan dan lahan adalah bencana alam yang sering terjadi di Indonesia, terutama pada musim kemarau. Kebakaran ini menyebabkan kerusakan lingkungan yang sangat besar, kerugian ekonomi dan masalah sosial. Faktanya, kebakaran hutan dan lahan yang besar mengakibatkan dampak asap yang menghancurkan di luar batas administrasi negara (bencana transnasional). Menurut kementerian kesehatan (2015) kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada tahun 2015 dibeberapa provinsi seperti Riau, Jambi dan Sumatera Selatan menyebabkan bencana terburuk dalam 18 tahun yang berdampak terkait polusi udara parah pada sebagaian beberapa negara  di Asia Tenggara.
Secara ekologis, penurunan luas hutan dan degradasi lahan akibat kebakaran menimbulkan risiko dan ketidakpastian dalam pemulihan kondisi ekosistem, hilangnya nilai penggunaan kayu dan hutan non-kayu di masa depan dan hilangnya nilai yang diharapkan dari keanekaragaman hayati saat ini belum juga dimanfaatkan (Bahruni et Al., 2007). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kebakaran hutan dan lahan disebabkan oleh berbagai faktor lingkungan seperti iklim, kondisi penutupan lahan, jenis tanah dan faktor lingkungan bio fisik lainnya (faktor sosial ekonomi dan faktor kebijakan yang dapat meningkatkan interaksi manusia dengan hutan dan lahan) (Tarigan, 2015, Ruchiat, 2001).
Menurut Ekadinata dan Dewi (2011) jumlah kegiatan konversi penggunaan lahan yang disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi masyarakat dan kebijakan kepemilikan lahan adalah penyebab utama dari tingginya jumlah kebakaran hutan di Indonesia. Oleh karena itu perlu untuk mereformasi kebijakan kehutanan dan pengaturan penggunaan lahan berbasis penggunaan lahan (Barber dan Schweithelm,2000) terutama dalam ekosistem yang sangat rentan seperti lahan gambut.
Kebakaran hutan dan lahan dapat terjadi baik di dalam maupun di luar kawasan hutan atau dii tanah mineral maupun gambut (Saharjo, 1997; Page et al., 2002; Syaufina 2008). Kebakaran yang terjadi di lahan gambut lebih sulit diatasi karena api dapat menyebar melalui biomassa di atas tanah dan di lapisan gambut pada bagian bawah permukaan (Sumantri 2007). Adapun proses membaranya api akibat terbakar hutan pada lahan gambut ini sulit untuk diketahui penyebarannya secara visual (Rein et al., 2008).

METODOLOGI PENELITIAN

Adapun lokasi studi untuk penelitian ini ialah melihat semua kebakaran hutan yang terjadi di provinsi Riau melalui internet. Adapun pendekatan penelitian sebagai metode dari penelitian ini adalah menganalisis data sekunder yang telah terkumpul melalui google searching.

TEMUAN PENELITIAN

Penemuan dari penelitian kali ini ialah bekaitan dengan kondisi dari masyarakat yang terkena dampak akibat terjadinya kebakaran hutan di provinsi Riau dengan merujuk keberapa faktor-faktor diantaranya terdapat faktor biofisik, sosial ekonomi serta Kebijakkan dan alokasi ruang. Faktor biofisik Lingkungan secara umum, karakteristik biofisik lngkungan yang mempengaruhi kebakaran hutan dan lahan adalah tutupan lahan, curah hujan, ketinggian, kemiringan lahan, jaringan sungai dan aksesibilitas jalan (Geist dan Lambin, 2002). Di beberapa spesifik lokasi pada wilayah Sumatera dan Kalimantan, terjadinya kebakaran sangat dipengaruhi oleh kondisi tutupan lahan dan jenis tanah yang sangat berkaitan dengan ketersediaan biomassa yang menjadi salah satu komponen utama terjadinya kebakaran. Pada kondisi tertentu seperti musim kemarau yang ekstrim, ketersediaan biomassa yang tinggi akan memperbesar potensi terjadinya kebakaran lahan tersebut (Saharjo et al. 1998).
Faktor sosial ekonomi, berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Barber dan Schweithhelm (2000) ialah menyatakan bahwasanya masalah dari berbagai kebakaran lahan dan hutan di Sumatra sangat erat kaitannya dengan faktor sosial ekonomi dan perilaku yang disengaja, baik itu oleh masyarakat maupun perusahaan. Walaupun faktor alam dapat menjadi pendorong terjadinya kebakaran hutan dan lahan, namun sebagian besar pemicu kebakaran hutan dan lahan diyakini bersumber dari aktivitas manusia. Dalam rangka efisiensi biaya, masyarakat dan para pelaku bisnis sering melakukan aktivitas pembersihan lahan (land Clearing) dengan cara sangat tidak ramah lingkungan, yakni berupa aktivitas pembakaran yang akhirnya berujung pada kebakaran lahan dan hutan di sekitar areal perkebunan serta terkadang banyak diantara masyarakat yang bekerja untuk membersihkan lahan tersebut mayoritas bapak-bapak yang masih mengkonsumsi rokok, lalu terkadang mereka secara tak sengaja membuang puntung rokok tersebut diarea hutan yang hendak dibersihkan tersebut.
Faktor kebijakan dan alokasi ruang, Beberapa faktor kebijakan yang mempengaruhi tingginya tingkat kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau antara lain:
Provinsi Riau belum memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang definitif (baru disahkan pada tahun 2018)
Tidak tegasnya pemerintah dalam menangani kawasan ex HPH yang sampai saat ini tidak jelas statusnya, kawasan sempadan sungai IUPHHK-HT/HA yang telah keluar izinnya tetapi tidak diusahakan untuk memperbaikinya.

PEMBAHASAN

A. Pencemaran Udara
Polusi udara merupakan pelepasan sejumlah gas maupun benda padat ke atmosfer dan tersebar melebihi kapasitas alami lingkungan untuk menyerapnya. Sedangkan pengertian dari National Geographic terkait polusi adalah campuran partikel serta gas yang bisa mencapai konsentrasi berbahaya, baik itu di luar atau di dalam ruangan. Polutan yang menyebabkan polusi ialah seperti metana, jelaga, asap, jamur, serbuk dan lainnya. Polusi disebabkan karena partikel padat, cair serta gas tertentu yang tersuspensi dalam udara, adapun partikel ini disebut dengan aerosol. Partikel ini bisa berasal dari berbagai macam sumber dan tidak sedikit pula aerosol yang masuk kedalam atmosfer itu melalui aktivitas pembakaran bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak bumi hingga kayu.
Penyebab dan dampak pencemaran udara yang paling utama selalu terkait dengan manusia. Manusia menjadi penyebab utama dan terkhusus terjadinya pencemaran udara serta manusia juga yang merasakan dampak terburuk dari terjadinya pencemaran udara tersebut. Pencemaran udara merupakan salah satu kerusakan lingkungan yakni berupa penurunan kualitas udara karena masuknya unsur-unsur berbahaya ke dalam udara atau atmosfer bumi. Unsur-unsur tersebut bisa disebut juga sebagai polutan atau jenis-jenis bahan pencemar udara. Masuknya polutan  ke dalam atmosfer yang menjadikan terjadinya pencemaran udara bisa disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor alam dan faktor manusia. Penyebab pencemaran udara dari faktor alam contohnya adalah aktifitas gunung berapi yang mengeluarkan abu dan gas vulkanik, kebakaran hutan, dan kegiatan mikroorganisme. Polutan yang dihasilkan biasanya berupa asap, debu, dan gas. Sementara itu penyebab polusi udara dari faktor manusia contoh nya ialah dapat dilihat dari segala aktifitasnya. Adapun berbagai kegiatan manusia yang dapat menghasilkan polutan ini antara lain :
1. Pembakaran
2. Proses peleburan
3. Pertambangan dan penggalian
4. Proses pengolahan dan pemanasan
5. Pembuangan limbah
6. Proses kimia
7. Proses pembangunan

B. Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan merupakan suatu peristiwa terbakarnya hutan baik secara alami maupun oleh perbuatan manusia sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang menimbulkan kerugian ekologi, ekonomi, sosial budaya maupun politik.  Sedangkan dalam definisi kamus Cambridge menyatakan bahwa kebakaran hutan, kebakaran liar atau kebakaran pedesaan adalah api yang tidak terkendali di suatu daerah yang memiliki vegetasi dengan tingkatan mudah terbakar. Terdapat banyak organisasi menganggap kebakaran liar sebagai api yang tidak direncanakan dan tidak diinginkan sementara itu kebakaran hutan adalah istilah yang lebih luas, adapun penyebab umum dari kebakaran ini ialah termasuk petir, kecerobohan manusia dan pembakaran yang disengaja. Kebakaran hutan yang terjadi sepanjang sejarah kehidupan di darat mengundang dugaan bahwa api pasti telah mengakibatkan efek evolusi pada sebagian besar flora dan fauna serta merusak berbagai ragam ekosistem. Bumi adalah planet yang secara intrinsik mudah terbakar karena vegetasinya yang kaya karbon, iklim kering musiman, oksigen atmosfer, dan pemantikan oleh petir dan vulkanik yang meluas.
 Kebakaran hutan dapat dikarakterisasi dalam hal penyebab penyalaan, sifat fisiknya, bahan yang mudah terbakar dan efek cuaca pada api. Kebakaran hutan dapat menyebabkan kerusakan pada harta benda dan kehidupan manusia, meskipun kebakaran hutan yang terjadi secara alami mungkin memiliki efek menguntungkan pada vegetasi asli, hewan dan ekosistem yang telah berevolusi dengan api. Ada tiga penyebab alami utama penyulutan kebakaran hutan diantaranya
1. cuaca kering
2. Petir
3. erupsi vulkanik

C. Pengaruh Pembakaran Hutan Secara Ilegal Terhadap Kesehatan Masyarakat di Provinsi Riau
Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) mengatakan bahwa resiko kesehatan akibat kebakaran hutan diberbagai wilayah pada provinsi Riau akan terus meningkat dengan situasi kekeringan yang terjadi dengan awan panas serta angin yang kencang.  Disebutkan bahwa komposisi asap kebakaran hutan provinsi Riau ini mengandung campuran dari berbagai jenis pencemar udara, seperti PM2.5, NO2, ozon, hidrokarbon aromatik dan timbal. Selain dampak pencemaran udara, kebakaran hutan juga mempengaruhi cuaca secara umum dengan dikeluarkannya karbon dioksida dan gas rumah kaca secara besar ke atmosfer.
Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat (United States Environment Protection Agency-US EPA) menyebutkan bahwa asap kebakaran hutan merupakan gabungan dari gas (seperti karbon monoksida), polutan udara berbahaya (hazardous air pollutants/HAPs) seperti hidrokarbon polisklik aromatik  (polycyclic aromatic hydrocarbons/PAHs), uap air dan polusi partikel. Polusi partikel adalah komponen utama asap kebakaran hutan yang memengaruhi kesehatan manusia. Partikel ini dapat terdiri atas berbagai komponen seperti asam (misalnya asam sulfat), bahan anorganik (seperti ammonium sulfat, ammonium nitrat, dan natrium klorida), bahan kimia organik, timbal, logam, partikel debu serta material biologik seperti serbuk dan spora.
Dampak dari partikel itu memang bergantung pada seberapa ukurannya. Jika ukurannya kecil ( PM2.5) yaitu partikel berukuran 2.5 m atau lebih kecil lagi, maka ini merupakan salah satu komponen utama asap kebakaran hutan yang dapat melewati hidung, tenggorokan dan masuk jauh ke dalam paru-paru bahkan bisa masuk kedalam peredaran darah dan menimbulkan dampak buruk pada kesehatan, terdapat juga partikel yang amat kecil (ultrafine particles) berukuran di bawah 0.1 m. Untuk partikel yang lebih besar dengan diameter lebih dari 10 m, memang tidak akan berdampak besar bagi kesehatan paru tetapi akan tetap mengiritasi mata, hidung dan tenggorokan. WHO menyebutkan bahwa dampak kesehatan kebakaran hutan mungkin dapat berhubungan dengan kematian prematur di masyarakat umum. Asap kebakaran hutan juga dapat menyebabkan eksaserbasi penyakit paru, jantung, otak atau sistem syaraf, kulit, usus, ginjal, mata, hidung dan hati.


Penelitian ilmiah jelas menunjukkan bahwa risiko respirasi dan kardiovaskular akan semakin meningkat bila intensitas dan densitas asap kebakaran hutan juga terus bertambah. WHO menyebutkan bahwa yang paling rentan terdampak akibat asap kebakaran hutan adalah anak-anak, wanita hamil dan warga lanjut usia. US EPA secara lebih luas menyebutkan bahwa yang termasuk kelompok rentan meliputi masyarakat yang memang sudah mempunyai riwayat penyakit paru dan pernapasan (respirasi) serta penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular), kaum lansia, anak di bawah usia 18 tahun, wanita hamil, pekerja lapangan di area kebakaran hutan dan masyarakat dengan status sosio ekonomi yang rendah. WHO selalu bekerja sama dengan negara-negara anggotanya untuk melakukan mitigasi, kesiapan dan respons pada kebakaran hutan ini.
Laporan penelitian dari para pakar Amerika Serikat menunjukkan bahwa asap kebakaran hutan dapat menimbulkan dampak pada kesehatan mental, kesehatan repoduksi, sistem imunologi dan tentunya berbagai dampak lebih luas akibat disrupsi sosial dan finansial. Adapun slah satu penelitian yang masih berskala kecil di California Amerika Serikat menunjukkan bahwa paparan asap pada kehamilan trimester dua dan tiga akan dapat memengaruhi penurunan berat badan bayi. Partikel asap kebakaran hutan juga dapat mencemari sumber air penduduk yang berada pada daerah di sekitar hutan yang terbakar. Warga yang terpaksa menggunakan air itu untuk konsumsinya sehari-hari tentu akan menimbulkan dampak pula bagi kesehatannya.

KESIMPULAN

Hasil penelitian mengenai "Dampak dari pembakaran hutan secara ilegal terhadap kesehatan masyarakat di Provinsi Riau ini sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kondisi biofisik lingkungan, kondisi sosial ekonomi masyarakat dan penerapan hukum serta kebijakan terkait alokasi ruang.
Hasil analisis dari berbagai jurnal mengenai jarak lokasi titik panas menunjukkan kecenderungan bahwa jumlah titik panas semakin tinggi di areal lahan gambut (jarak 0 m) hingga jarak 2.500 sampai 3.000 m dari lokasi gambut. Selain itu, ketersediaan akses jalan (aksesibilitas) yang dapat dipergunakan oleh masyarakat maka mungkin akan meningkatkan peluang terjadinya kebakaran. Hal ini menunjukkan bahwa jarak yang semakin dekat dengan jaringan jalan akan meningkatkan peluang terjadinya kebakaran. Aktivitas masyarakat dalam mengolah lahan pertanian ataupun perkebunan dengan menggunakan metode tebas-bakar (slash and Burn) merupakan salah satu faktor yang menyebabkan kebakaran hutan atau lahan di Provinsi Riau.

DAFTAR PUSTAKA

Appanah, S. 1997. Peat swamp forest of peninsular Malaysia: the endanger ecosystem. Pages in P. Havmoller, C. Tuek Yuan and Razani U. Eds. Proceedings of the Workshop on Sustainable Management of Peat Swamp Forest. Forstry Department Head-quarters And State Forestry Department Selangor.
Kuala Selangor, 29 Sept-1 Oct. Malaysiaa-DANCED Project on Sustainable Management of Peat Swamp Forest. Malaysia. P.6-14. Barber CV, Schweithhelm J. 2000. Trial by Fire: Forest Fire and Forestry Policy in Indonesia's Era of Crisis and Reform. World Resources Institute -- Forest Frontier Initiative in Collaboration with WWF-Indonesia & Telapak Indonesia Foundation.
Chowdhury, R.R., 2006. Driving forces of Tropical deforestation: The role of remote sensing and spatial models. Department of Geography and Regional Studies, University of Miami, Florida, USA Singapore Journal of Tropical Geography, 27, pp. 82--101.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun