Tahun 1960antempe sempat berkonotasi buruk. Sebutan (makian) sebagai manusia berkualitas tempe merupakan cemoohan yang luar biasa.Bahkan masa itu, seorang negarawan yang saya lupa siapa namanya berpidato berapi-api sambil meneriakkan kata-kata “….kita jangan menjadi bangsa tempe..!”. Awal 1970an kata-kata itu disitir salah seorang guru saya, bahkan lebih diperparahdengan tambahan satu komoditas lagi yaitutembakau. “Jangan jadi bangsa tempe! Jangan pula jadi bangsa mbako!”, kata pak guru. Dan seolah paham para murid yangbodoh-bodoh padakebingungan dengan sukacita pak gurupun menjelaskan maksud bangsa tempe dan bangsa mbako tadi.