Menghadapi stuasi demikian, pemerintah telah berupaya membantu meringankan keadaan tersebut. Pemberian bantuan secara langsung kepada rakyat yang terdampak, mulai dari bantuan sembako, bantuan uang tunai, hingga instruksi  keringanan cicilan kredit dari pihak perbankan untuk warga yang terdampak pandemi.
Apakah ini dirasa cukup? Tentu saja tidak. Bantuan yang diberikan tidaklah cukup memenuhi kebutuhan ekonomi setiap harinya. Bantuan hanyalah bersifat meringankan keadaan, sisanya tentu saja masing-masing pihak wajib berupaya mencari sendiri.
Di sinilah peran wanita sebagai ibu rumah tangga diperlukan. Wanita datang menyingsingkan lengan baju dan pantang menyerah memperbaiki keadaan ekonomi. Mereka memutar otak dan menguras tenaga selama 24 jam sehari. Ekonomi rumah tangga bukan hanya untuk hari ini  tetapi,  ini untuk kelangsungan rumah tangga selamanya.
Ketika suami di-PHK, sang istri langsung bertindak beralih fungsi menjadi pencari nafkah menggantikan suami. Ketika si kecil harus bersekolah dirumah, ibu bertindak dengan  berganti peran menjadi guru. Hebat, bukan? Seperti itulah wanita zaman now. Seorang wanita mampu mengubah perannya menjadi apa saja selama 24 jam. Pagi hari  dimulai dengan menjadi peran sebagai tukang masak, selanjtnya menjadi  tukang ojek untuk anak-anak. Â
Peran wanita melawan pandemic, tentunya patut diacungi jempol. Tanpa peran wanita,  program pemerintah, yakni  cuci tangan, memakai masker, hingga upaya menahan diri di rumah saja tidaklah dapat berjalan lancer.  Para wanita berusaha keras mengisi waktu di rumah untuk menghibur anak-anak yang telah merasa bosan di rumah saja.  Wanita juga berjuang melawan gawai yang telah meracuni anak-anak.
Wanita zaman sekarang memang bukan wanita zaman Kartini.  Namun  perjuangan wanita melawan pandemi tentunya tidaklah dapat diremehkan begitu saja. Mereka juga sama berjuang, seperti Kartini.  Mereka menciptakan suasana baru dari kegelapan pandemi menuju era terang, era new normal. (Ed. Haeriah Syamsudin).