.
.
Karena bayang kelabu awan tak pernah memberikan duka pada mentari. Dan hujan tak pernah mengiaskan melankoli pada cerahnya hari. Seperti itu pula pada duka pada bahagia, derita pada tenteram. Tak akan pernah seperti itu, tak pernah sesederhana itu.
Kita semua tahu, pada satu saat kelak yang terjanjikan bagi kita semua, segala akan berakhir. Berakhir, seperti layaknya semua yang bermula. Tapi hidup… ah, hidup, sahabat jiwaku, adalah suatu perayaan keriangan dan lara, harap dan putus asa sekaligus. Keberadaan semua itu saling memberikan penekanan makna, seperti kelamnya gelap menegaskan benderang, seperti kedalaman yang memantulkan makna pada permukaan. Keduanya bersisian dalam musykil. Dan itu semua adalah kemusykilan yang harus kita reguk hingga tandas, kita rayakan dengan pesta hingga fajar menjemput.
Nasib buruk memang undian. Tapi nasib buruk juga dengan musykil bersisian dengan harapan, doa dan upaya, menjadikannya sebuah perkara yang tak sesederhana sekedar hitung kancing, atau kemungkinan jatuhnya sisi gobang yang berputar tak pasti di udara. Sebab kita semua berkuasa, setidaknya dalam lengkung kecil benak setiap kita. Tapi lengkung kecil itulah semesta kita. Dan kuasa itu sudah cukup, lebih dari cukup.
Kubayangkan kau, pengeja aksara dan pengembara makna. Justru kau, yang mempunyai kuasa itu, lebih dari siapapun. Hidup telah memitingmu dari belakang dengan berulang, dan tetap ringan kakimu menjejak, menapaki gunung-gunung sunyi. Kembara pribadimu, ziarah jiwamu. Awaken your strength, the great stillness within. Have faith in you. I do.
Dan kemudian, kita akan berbicara tentang kasih-sayang. Konstanta dalam jagad manusia, yang tanpanya, kemanusiaan seketika akan musnah. Aku percaya itu. Kasih sayang mampu menggenapi segala keganjilan dan kekurangan, penggerak segala yang mengalir dan saling mengisi di dunia ini. Begitu juga doa, kidung harap dan penyerahan diri pada Sang Pencipta. Of those, we both have plenty.
Dalam cahaya bintang pagi, berteduhlah pada rindang dan kokohnya pohon harap. Sandarkan jiwa lelahmu, o gentle soul.
Bahu rapuhku akan selalu menopangmu, hingga akhir.
.
.
Untuk: S.R.W
Sumber gambar: http://www.markmallett.com/blog/2007/11/