Awal 90-an. Di sebuah dusun kecil selatan Jawa. Seorang lelaki kecil dengan mimpinya. Saat itu, di tengah jam pelajaran, gurunya bertanya pada tiap-tiap muridnya, apa cita-cita kalian? Â Semua sunyi. Diam. Tak paham apa yang ditanyakan. Cita-cita, tidak ada dalam perbedaharan kata kami yang sehari-hari bergelut dengan arit di sawah, mencari rumput untuk beberapa ekor kambing atau sapi. Sekolah hanya sampingan, sekedar masa tunggu menjadi baligh, sebelum dibawa pergi ke Jakarta menjadi buruh bangunan atau berjaja koran.
KEMBALI KE ARTIKEL