ISPA merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian akibat penyakit menular di seluruh dunia. ISPA juga merupakan penyebab  kematian nomor tiga di dunia dan penyebab kematian utama di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah. Kematian akibat  ISPA terjadi 10 hingga 50 kali lebih sering di negara berkembang dibandingkan di negara maju. ISPA termasuk dalam kelompok penyakit yang ditularkan melalui udara. Patogen yang menyerang saluran pernapasan, menginfeksinya, dan menyebabkan peradangan. Angka kematian akibat ISPA  pada bayi dan anak sangat tinggi di negara-negara Asia. Infeksi terbanyak terjadi di India (43 juta), Tiongkok (21 juta), Pakistan (10 juta), dan Bangladesh. Indonesia dan Nigeria memiliki 6 juta orang yang terinfeksi. Berdasarkan Riskesdas  2013, prevalensi ISPA pada balita menurut provinsi tertinggi di Nusa Tenggara Timur (41,7%), terendah di Jambi (17,0%), dan  Sumatera Utara (19,9%). ISPA secara konsisten menempati peringkat pertama dalam 10 besar penyakit  di Indonesia. Berdasarkan profil kesehatan Indonesia pada tahun 2015 hingga 2014, angka deteksi ISPA pada anak dibawah 5 tahun tidak mengalami peningkatan yang signifikan yaitu sekitar 200%. Pada tahun 2015 meningkat menjadi 63,45%. Salah satu alasan peningkatan penemuan adalah penurunan sasaran penemuan ISPA (10%), yang sebelumnya sama untuk semua negara.
Faktor lingkungan meliputi polusi udara di dalam rumah (seperti asap tembakau atau asap dari pembakaran bahan bakar memasak dengan konsentrasi tinggi), ventilasi rumah, dan kepadatan perumahan. Lingkungan di dalam rumah berkaitan erat dengan waktu yang dihabiskan bayi dan anak kecil setiap hari. Lingkungan rumah keluarga tunggal, tempat  keluarga berkumpul dan berteduh, menjadi tidak sehat akibat serangan  bakteri dan virus yang menular dan dapat menyebabkan berbagai penyakit, termasuk ISPA, pada anak. Faktor individu anak meliputi usia anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A, dan status vaksinasi.
Metode
Jenis penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross-sectional. Data yang diperoleh melalui observasi langsung meliputi data kondisi lingkungan fisik di rumah dan kebiasaan merokok. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel terikat dan variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah frekuensi kejadian ISPA pada anak kecil, dan variabel bebasnya adalah lingkungan fisik rumah (ventilasi, jenis lantai, penerangan, kepadatan rumah, jenis dinding). Keberadaan perokok dalam  populasi nasional dilakukan dengan menggunakan simple random sampling.
Pembahasan
* Hubungan Ventilasi dengan Kejadian ISPA pada Balita
Berdasarkan hasil analisis penelitian dengan uji chi-square diperoleh adanya hubungan yang bermakna antara ventilasi dengan frekuensi ISPA pada bayi. Temuan penelitian ini sesuai dengan penelitian Pasarib tahun 2016 yang menemukan adanya hubungan signifikan antara ventilasi dengan kejadian ISPA, namun tidak ada hubungan antara ventilasi dengan kejadian ISPA. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Ristanti tahun 2014 yang menemukan hal tersebut Terjadinya ISPA Penggunaan ISPA pada ventilasi berperan menjaga keseragaman aliran udara segar di dalam rumah. Menghilangkan bakteri dari udara di dalam ruangan, ventilasi yang tidak memadai meningkatkan kelembapan dalam ruangan dan menyebabkan bakteri berkembang biak dengan cepat. Sebagian besar responden pada penelitian ini menggunakan peralatan ventilasi rumah tangga yang tidak memenuhi syarat
* Hubungan Jenis Lantai dengan Kejadian ISPA pada Balita
Lantai rumah sangat penting untuk diperhatikan terutama dari segi kebersihan dan persyaratannya. Saat musim hujan, tanah menjadi basah dan tidak nyaman bagi warga, serta menjadi  tempat berkembang biaknya patogen, termasuk bakteri penyebab  ISPA. Sebaiknya lantai rumah terbuat dari bahan  yang tahan air dan mudah dibersihkan. Untuk mencegah  air masuk ke dalam rumah,  sebaiknya lantai ditinggikan sekitar 25 cm dari  permukaan tanah. Tanah yang baik adalah tanah yang  kering dan bebas kelembaban. Lantai harus kedap air, mudah dibersihkan, dan tidak menimbulkan debu.
* Hubungan Jenis Dinding dengan Kejadian ISPA pada Balita
Hasil penelitian menunjukkan  tidak ada hubungan antara jenis dinding dengan frekuensi ISPA pada anak kecil. Hasil  penelitian ini sejalan dengan penelitian Linga tahun 2014 yang  tidak menemukan hubungan antara jenis dinding dengan kejadian  ISPA di Desa Gandarin I Kecamatan Berastagi  Kabupaten Karo. Jika nilainya=sama dengan 0,473.11. Studi  yang  dilakukan Pasarib pada tahun 2016 juga menemukan  bahwa tidak ada hubungan antara tipe dinding dengan frekuensi ISPA pada anak kecil. Kebersihan dinding dan kepadatan dinding berpengaruh terhadap terjadinya ISPA pada anak kecil. Debu dapat menumpuk pada dinding jika tidak cukup padat. Hal ini sering  terjadi pada rumah yang berdinding kayu. Dinding adalah pembatas antara ruang dalam dan ruang luar, atau antara ruang  dalam dengan ruang dalam lainnya. Bahan dinding bisa terbuat dari papan, triplek,  redstone, batako, dll. Dinding berfungsi  sebagai penopang atau penopang atap,  melindungi ruang rumah dari  serangga, hujan dan angin, serta  dari panas luar dan pengaruh angin.
* Hubungan Pencahayaan dengan Kejadian ISPA pada Balita
Â
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan tidak ada hubungan pencahayaan dengan terjadinya ISPA pada 4.444 bayi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Ristanti yang menyatakan tidak ada hubungan antara pencahayaan dengan kejadian ISPA di Kecamatan Wiyunkota Surabaya dengan p-value = 0,229.9. Namun hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa pencahayaan di rumah berpengaruh terhadap kejadian ISPA pada anak dibawah 5 tahun dengan p-value = 0,002.13. Penerangan alami pada Rumah diperoleh melalui area ventilasi dan jendela Rumah yang dibuka setiap hari. Hal ini berdampak buruk terhadap kesehatan 4.444 penghuni rumah jika jendela tidak lebar dan jarang dibuka pada siang hari, rumah tidak memiliki ventilasi, dan mayoritas dari 4.444 rumah menghadap ke barat dan utara.
Â
* Hubungan Kepadatan Hunian dengan Kejadian ISPA pada Balita
Kepadatan hunian dalam studi ini adalah perbandingan antara jumlah anggota keluarga dalam satu rumah dengan ukuran lantai. Luas Lantai Konstruksi rumah sehat harus sesuai dengan jumlah orang yang tinggal di sana yaitu, ukuran bangunan harus sebanding dengan jumlah orang yang tinggal di sana. Penjubelan akan dihasilkan dari konstruksi luas yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya.